Kinerja emiten properti industri di Indonesia menunjukkan sinyal positif berkat potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral. Meskipun begitu, tantangan tetap hadir. Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di angka 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Oktober 2024. Hal ini membawa dampak signifikan terhadap iklim investasi dan ekspansi sektor properti di tanah air.
Kinerja Investasi Properti dan Tantangannya
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatatkan realisasi investasi untuk kuartal III 2024 sebesar Rp 431,38 triliun. Angka ini tumbuh 15,24% secara tahunan (YoY) dan meningkat 0,72% dibandingkan kuartal sebelumnya. Realisasi ini mencerminkan 26,15% dari target investasi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo sebesar Rp 1.650 triliun.
Secara rinci, penanaman modal asing (PMA) menyumbang Rp 232,65 triliun, tumbuh 18,55% YoY, dengan kontribusi mencapai 53,92% dari total investasi. Pertumbuhan yang positif ini menunjukkan bahwa meskipun adanya ketidakpastian dalam kondisi ekonomi global, sektor properti masih menarik perhatian investor.
Indeks Manufaktur dan Proyeksi Suku Bunga
Di sisi lain, kinerja lapangan usaha (LU) industri pengolahan tetap terjaga, dengan Purchasing Manufacturing Index (PMI) BI kuartal III 2024 berada di angka 51,54%. Angka ini menunjukkan fase ekspansi, meskipun mengalami penurunan dibandingkan kuartal II yang tercatat 51,97%. Menurut Rully Arya Wisnubroto, Chief Economist & Head of Research di Mirae Asset, meski penurunan suku bunga membawa harapan, pembenahan ekonomi tidak akan terjadi seketika.
“Butuh waktu dan tergantung pada seberapa besar suku bunga akan diturunkan tahun ini,” katanya. Ia memperkirakan, efek positif dari suku bunga rendah baru akan benar-benar terasa di sektor properti pada awal tahun 2025.
Pergerakan Saham Emiten Properti
Kinerja saham emiten di sektor properti juga menunjukkan tren kenaikan. Hingga saat ini, saham PT Surya Semesta Internusa (SSIA) meningkat hingga 183,41% dari awal tahun, dan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) naik 37,31% year to date (YTD). Di sisi lain, saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) mengalami penurunan sebesar 0,61% YTD.
Rully menjelaskan, reaksi pasar terhadap sentimen positif akan terlihat lebih awal. Kenaikan ini mencerminkan antisipasi terhadap peningkatan kinerja di tahun 2025, seiring dengan potensi perbaikan kondisi ekonomi akibat kebijakan suku bunga yang lebih rendah.
Dampak Penurunan Suku Bunga terhadap Sektor Properti
Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment di Nawasena Abhipraya Investama, menegaskan bahwa penurunan suku bunga pertama kali akan terasa pada suku bunga deposito tabungan. Sementara efek terhadap suku bunga kredit yang lebih berhubungan dengan sektor properti akan mulai terjadi sekitar 3-6 bulan setelah penurunan suku bunga acuan.
“Oleh karena itu, dampak terhadap kinerja emiten properti baru dapat dirasakan di tahun 2025,” ujarnya. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Visi Masa Depan dengan Ekosistem Baru
Kiswoyo juga menyebutkan bahwa meskipun PMI melemah, sektor properti terdorong oleh investasi dalam ekosistem kendaraan listrik (EV) serta smelter komoditas. Jika pemerintah baru meningkatkan investasi di sektor-sektor tersebut, kinerja emiten kawasan industri kemungkinan akan terus meningkat.
“Jika investasi untuk ekosistem EV dan smelter komoditas ditingkatkan lagi, ada kemungkinan kinerja mereka akan makin baik ke depan,” ungkap Kiswoyo.
Rekomendasi Saham untuk Investor
Mengingat proyeksi status sektor properti, Kiswoyo merekomendasikan untuk membeli saham SSIA, DMAS, dan KIJA pada saat harga sedikit turun. Target harga untuk awal tahun 2025 diperkirakan berada di level Rp 1.500 per saham untuk SSIA, Rp 180 per saham untuk DMAS, dan Rp 200 per saham untuk KIJA.
Dalam menghadapi periode ketidakpastian ini, para investor disarankan untuk memantau perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan suku bunga BI serta dampaknya terhadap kondisi ekonomi dan pasar properti.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, meskipun saat ini sektor properti dihadapkan pada sejumlah tantangan, potensi pertumbuhan di tahun 2025 menjadi lebih cerah dengan adanya kebijakan suku bunga yang renderah. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak investasi, terutama di sektor properti industri dan koneksinya dengan ekosistem berkendara listrik yang saat ini tengah naik daun.