Dalam beberapa pekan terakhir, aliran dana asing menjadi topik hangat di kalangan investor dan analis pasar keuangan. Menjelang sesi Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan digelar pada Kamis (17/10), data menunjukkan bahwa dana asing tercatat terus keluar dari pasar reguler. Melansir RTI, aliran dana asing tercatat keluar sebesar Rp 1,73 triliun pada minggu lalu dan Rp 2,9 triliun sejak awal tahun 2024. Namun menariknya, pada perdagangan hari ini (15/10), ada pembalikan arah di mana dana asing masuk sebesar Rp 289,52 miliar di pasar reguler.
Tensi Geopolitik dan Stimulus Ekonomi
Menurut Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, saat ini investor asing mulai melirik pasar obligasi, khususnya surat berharga negara (SBN). Ini disebabkan oleh kondisi tertentu, termasuk peningkatan tensi geopolitik dan penurunan suku bunga yang mungkin tidak secepat harapan banyak orang. Lanjutan stimulus ekonomi dari Pemerintah China, yang memang kerap dinilai mempengaruhi aliran investasi asing, juga menjadi faktor penentu. “Pasar obligasi pemerintah memiliki ruang untuk terus tumbuh,” ungkap Handy.
Pengaruh Kebijakan Moneter Global
Merosotnya aliran dana ke pasar saham bisa dikaitkan dengan berbagai faktor. Vinko Satrio Pekerti dari PT Kiwoom Sekuritas Indonesia juga mencatat bahwa sentimen negatif yang berlaku sejak akhir September lalu, terutama karena stimulus dari bank sentral China, menyebabkan investor menarik dana dari pasar saham Indonesia ke pasar saham China. Di sisi lain, data positif dari ekonomi AS, seperti penurunan tingkat pengangguran menjadi 4,1%, mendukung sentimen bahwa pasar tenaga kerja di AS tetap kuat, meskipun ada ancaman resesi yang amat berpengaruh terhadap pasar keuangan.
Risiko Geopolitik dan Implikasi pada Pasar
Di tengah ketidakpastian ini, konflik antara Israel dan Iran juga menambah daftar risiko yang harus dihadapi oleh investor. Kenaikan harga komoditas minyak akibat ketegangan ini bisa jadi akan berkontribusi terhadap peningkatan biaya operasional bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama dalam sektor non-energi seperti manufaktur dan transportasi.
Pergerakan di Pasar Saham dan Obligasi
Vinko menjelaskan, investor kini lebih memilih instrumen yang menawarkan stabilitas lebih tinggi seperti SBN. Secara teori, penurunan suku bunga menambah daya tarik surat utang negara berkupon tinggi, yang kini sedang dikejar investor, termasuk asing. “Jika imbal hasil dari obligasi dianggap lebih menarik daripada saham, maka dana asing bisa terus keluar dari pasar saham menuju pasar obligasi,” tegasnya.
Investor Masih Berminat pada Saham
Walaupun ada aliran dana asing yang keluar dari pasar saham, beberapa analis percaya bahwa tren ini hanya bersifat sementara. Vinko memprediksi bahwa pasar saham Indonesia, khususnya IHSG, masih memiliki peluang untuk menguat menjelang akhir tahun. “Dengan adanya window dressing dan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed, itu bisa menjadi sentimen positif bagi inflow asing kembali ke IHSG,” katanya.
Sektor Sensitif terhadap Suku Bunga
Dalam konteks ini, sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti perbankan dan properti berpotensi diuntungkan. Vinko juga menekankan pentingnya untuk tetap memperhatikan fundamental dari masing-masing emiten. “Perusahaan dengan fundamental yang lebih lemah akan lebih rentan ditinggalkan oleh investor asing,” tuturnya.
Kinerja Emiten di Pasar
Dalam sebulan terakhir, beberapa emiten merasakan dampak signifikan dari aliran dana asing yang keluar. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) tercatat sebagai emiten yang paling banyak dilego asing. BBRI tercatat dilego sebesar Rp 7,7 triliun, BMRI Rp 1,6 triliun, dan BREN Rp 1,3 triliun. Kinerja saham BREN, misalnya, turun hingga 43,10%. Ini berhubungan dengan keluarnya emiten dari indeks FTSE pada akhir September lalu.
Outlook IHSG dan Rekomendasi Investasi
Dalam pandangan Vinko, IHSG berpotensi berada di kisaran 7.700 - 7.800 hingga akhir 2024, jika berhasil menembus area support 7.563-7.630. Sentimen utama yang akan mempengaruhi pergerakan ini adalah stabilitas inflasi dan kebijakan suku bunga. Rekomendasi buy on weakness juga ditujukan untuk saham-saham seperti BBRI dan BMRI dengan target harga yang ditetapkan.
Kesimpulan
Dengan kondisi pasar yang berfluktuasi akibat berbagai faktor lokal dan global, investor perlu waspada namun optimis terhadap peluang yang tersedia. Sektor-sektor yang diuntungkan dari tren penurunan suku bunga dan fundamental yang kuat menjadi taruhan yang lebih aman untuk memasuki tahun berikutnya. Melihat dinamika pasar yang ada, strategi diversifikasi dan perhatian terhadap risiko menjadi hal yang sangat penting bagi setiap investor.