JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah mengambil keputusan penting dengan menahan suku bunga di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilaksanakan pada Oktober 2024. Keputusan ini bukan tanpa alasan; menjaga stabilitas pergerakan rupiah menjadi pertimbangan utama Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam situasi ketidakpastian politik dan moneter global saat ini.
Tren Deflasi dan Proyeksi Suku Bunga
Deflasi yang telah terjadi selama lima bulan berturut-turut di Indonesia memberikan sinyal bagi kebijakan moneter yang lebih hati-hati. Perry menyatakan bahwa mempertahankan BI Rate adalah langkah yang bijaksana, mengingat dinamika ekonomi global yang tidak pasti. Dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif, keputusan untuk tidak menurunkan suku bunga merupakan langkah strategis guna melindungi nilai tukar rupiah.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Economist dari NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama. Menurutnya, keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga mungkin berfokus pada stabilisasi USD/IDR, apalagi setelah Federal Reserve (The Fed) melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada bulan September. Hal ini bisa berdampak pada arus investasi yang masuk dan keluar dari Indonesia.
Perbedaan Suku Bunga
Dewan Gubernur BI juga telah menetapkan bahwa perbedaan minimum 100 basis poin antara BI Rate dan Fed Rate harus tetap dipertahankan. Keputusan ini diharapkan bisa menstabilkan fluktuasi nilai tukar mata uang dan mencegah arus keluar modal lebih lanjut, terutama ke negara-negara lainnya seperti China yang saat ini tengah memberikan insentif likuiditas yang signifikan untuk obligasi negara mereka.
Dalam pandangan ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Sitomorang, penekanan pada kebijakan moneter jangka pendek ini bertujuan untuk menjaga kestabilan rupiah di tengah memperkuat volatilitas pasar keuangan. Ia menekankan bahwa penurunan suku bunga di masa depan mungkin masih memiliki ruang, terutama dengan inflasi yang terkendali, yang mana ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dengan inflasi yang stabil dan tren deflasi, BI tetap harus memantau perkembangan suku bunga The Fed dan pergerakan indeks dolar. Hosianna menyatakan optimisme bahwa suku bunga BI dapat diturunkan lebih lanjut dalam jangka waktu mendatang. Prediksinya, suku bunga BI di akhir tahun 2024 bisa berada di level 5,75%, sementara NH Korindo lebih optimis dengan proyeksi di 5,5%. Ini bertujuan untuk menjaga rupiah tetap dalam kisaran Rp 15.300 hingga Rp 15.600 per dolar AS.
Apa yang Bisa Diharapkan ke Depan?
Menjaga stabilitas mata uang dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam kondisi yang volatil memang menantang. Jika BI mampu menjaga inflasi dalam batas yang wajar, ada potensi untuk menurunkan suku bunga yang dapat merangsang lebih jauh pertumbuhan ekonomi. Namun, situasi external tetap harus diperhatikan dengan seksama.
Dalam konteks dampak ekonomi secara keseluruhan, keputusan BI untuk menahan suku bunga saat ini bisa dibilang sebagai langkah proaktif yang dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk merencanakan kebijakan ekonomi yang lebih baik di tengah ketidakpastian dunia. Masalah pengangguran di AS yang membaik juga menciptakan ekspektasi mengenai penurunan suku bunga The Fed yang dapat memengaruhi arus modal masuk ke Indonesia.
Kesimpulan
Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga di level 6% tampaknya mencerminkan ketepatan dalam mengelola tantangan yang ada. Terlepas dari keberhasilan menjaga nilai tukar rupiah, para ekonom mengingatkan pentingnya untuk terus memantau kondisi perekonomian global dan dampaknya terhadap kebijakan moneter yang lebih luas di tanah air.