Jakarta, CNBC Indonesia - Pelantikan kabinet baru oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu pembicaraan hangat di kalangan masyarakat dan ekonom. Kabinet ini tidak hanya diwarnai oleh jumlah yang cukup besar, melainkan juga menimbulkan beragam pertanyaan mengenai dampaknya terhadap keuangan negara.
Jumlah Anggota Kabinet yang Meningkat Drastis
Kabinet Prabowo dan Gibran diperkirakan akan terdiri dari 108 anggota, jauh lebih banyak dibandingkan kabinet era Presiden Joko Widodo yang hanya berjumlah 51 orang. Pada Senin (14/10/2024), 49 nama telah dipanggil untuk bertemu di Kertanegara, diikuti dengan 59 nama pada Selasa (15/10/2024).
Potensi Pembengkakan Anggaran
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Galau D. Muhammad, mengungkapkan potensi pembengkakan anggaran yang signifikan akibat banyaknya anggota kabinet ini. Ia mencatat bahwa beban berkelanjutan yang harus ditanggung negara bukan hanya dari gaji menteri, tetapi juga dari biaya operasional yang lainnya, seperti pengadaan mobil dinas dan tunjangan.
“Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut,” jelas Muhammad.
Estimasi Kenaikan Belanja Negara
Celios mendapati bahwa potensi pembengkakan anggaran bisa mencapai sekitar Rp 1,95 triliun dalam lima tahun ke depan. Anggaran kementerian era Jokowi diperkirakan memerlukan biaya sekitar Rp 387,6 miliar per tahun, sementara dengan kabinet Prabowo yang lebih besar, angka ini melambung hingga Rp 777 miliar. Atas dasar ini, terdapat perbedaan anggaran tahunan yang signifikan sebesar Rp 389,4 miliar.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, berikut adalah perbandingan anggaran antara kabinet Jokowi dan kabinet Prabowo:
Kabinet | Jumlah Anggota | Anggaran Tahunan (Miliar Rp) |
---|---|---|
Jokowi | 51 | 387,6 |
Prabowo | 108 | 777 |
Profil Anggota Kabinet
Celios juga mengungkapkan bahwa sekitar 55,6% dari 108 kandidat baru merupakan politisi, sedangkan hanya 15,7% yang berasal dari kalangan profesional teknokrat. Selain itu, hanya 9,3% dari calon menteri adalah perempuan, sedangkan mayoritas lainnya adalah laki-laki.
Pandangan Pengusaha dan Ekonom
Sutrisno Iwantono, Ketua Bidang Kebijakan Publik dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyoroti potensi dampak kebijakan yang bisa timbul akibat pembentukan kabinet ini. Menurutnya, banyaknya kementerian dan peraturan baru dapat menghambat dunia usaha.
“Kita khawatirkan di situ. Oleh karena itu, tolong kalau ada kementerian baru ya jangan sampai terus orientasinya mengeluarkan perizinan, mengeluarkan peraturan. Karena itu pasti menjadi penghambat bagi kita,” tegas Iwantono.
Menyikapi Pertumbuhan Regulasi
Pertumbuhan jumlah kementerian dan birokrasi yang lebih kompleks dapat menyebabkan tantangan serius bagi kesuksesan kebijakan ekonomi yang sudah ada. Pernyataan Iwantono mencerminkan kekhawatiran bahwa munculnya kementerian baru justru bisa menjadi beban bagi dunia usaha, terutama mengingat banyaknya regulasi yang muncul di masa lalu.
Pemerintah sebelumnya sudah berusaha untuk memudahkan proses perizinan melalui undang-undang cipta kerja. Namun, semakin banyaknya kementerian bisa berisiko menciptakan regulasi baru yang malah bertentangan dengan tujuan awal dari kebijakan tersebut.
Dalam situasi seperti ini, sangat penting bagi pemerintah untuk mencapai keseimbangan antara pembentukan kabinet yang besar, namun tetap menjaga efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakannya.
Pandangan Terakhir
Secara keseluruhan, pembentukan kabinet Prabowo dan Gibran menimbulkan banyak harapan, namun juga banyak tantangan. Dengan anggaran yang potensi pembengakan yang sangat besar dan fokus utama yang terkadang kurang jelas, sangat penting untuk terus memantau tindakan yang akan diambil oleh kabinet yang baru ini. Efektifitas dari kabinet yang besar ini akan sangat bergantung pada bagaimana mereka mengelola kebijakan dan anggaran yang tersedia.