Bursa Efek Indonesia (BEI) baru-baru ini mengumumkan keputusan penting untuk memperpanjang waktu pemenuhan rasio free float sebesar 10% bagi perusahaan tercatat. Keputusan ini diambil melalui pengumuman keterbukaan informasi tertanggal 11 Oktober 2024, di mana sebelumnya pemenuhan ini dijadwalkan untuk berlaku sejak evaluasi indeks pada Oktober 2024. Namun, BEI memutuskan untuk memundurkan tenggat waktu tersebut hingga evaluasi indeks Oktober 2025.
Rasionalisasi Perpanjangan Waktu
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyatakan bahwa keputusan untuk memberikan tambahan waktu ini bertujuan memberi kesempatan lebih bagi emiten dalam memenuhi ketentuan yang baru ditetapkan. Menurutnya, ketentuan persyaratan pencatatan saat ini berada di angka 7,5%, dan peningkatan menjadi 10% perlu dilakukan secara bertahap agar tidak membebani emiten, terutama bagi mereka yang memiliki kapasitas transaksi di bursa yang belum memadai.
Peraturan Baru untuk Free Float
Perubahan ini juga akan disertai dengan revisi terhadap dua peraturan penting di BEI. Pertama adalah Peraturan Nomor I-A yang mengatur tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas, dan kedua adalah Peraturan I-V yang berkaitan dengan Ketentuan Khusus Pencatatan Saham di Papan Akselerasi. Dengan adanya penyesuaian ini, diharapkan pemenuhan batas minimal free float dapat lebih mudah dicapai oleh perusahaan-perusahaan tercatat.
Dampak bagi Emiten Big Caps dan Small Caps
Pakar Pasar Modal, Budi Frensidy, mengungkapkan bahwa relevansi batas minimal free float sangat bervariasi tergantung pada kategori emiten. Bagi emiten big caps, peningkatan dari 7,5% ke 10% dapat menjadi tantangan tersendiri, mengingat mereka harus menyesuaikan diri dengan volume perdagangan yang mungkin belum cukup besar. Sementara itu, bagi emiten small caps, kemungkinan dampak ini tidak begitu signifikan.
Kondisi Emiten Tercatat
Dari 30 perusahaan dalam indeks IDX30, LQ45, dan IDX80, terdapat tiga emiten yang belum memenuhi threshold 10% tersebut. Perusahaan-perusahaan ini antara lain:
Nama Emiten | Free Float Saat Ini |
---|---|
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) | 9,67% |
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) | 9,9% |
PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) | 7,44% |
BNGA masih jauh dari batas yang ditetapkan oleh BEI, sementara BRIS dan SRTG hampir mencapai angka 10%. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya evaluasi menyeluruh mengenai strategi peningkatan free float dan pergerakan saham di pasar.
Strategi Liquidity Provider Saham
Dalam upaya menyerap saham dengan ratio free float yang nantinya dijual oleh emiten, BEI telah mempersiapkan strategi Liquidity Provider. Namun, dalam pelaksanaannya, saat ini belum ada Anggota Bursa (AB) yang bersedia untuk berperan sebagai Liquidity Provider. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi emiten, baik besar maupun kecil, untuk memastikan bahwa free float dapat terpenuhi sesuai ketentuan yang ada.
Prospek Emiten yang Berpotensi Menarik
Walaupun syarat free float masih menjadi kendala, analis mengindikasikan bahwa saham dari emiten seperti SRTG, BRIS, dan BNGA masih menarik untuk diperhatikan oleh investor. BNGA, terutama, disebut-sebut menarik karena kinerja yang tumbuh pesat dan valuasi yang tergolong undervalued, serta memberikan dividend yield yang cukup kompetitif di pasaran.
Kesimpulan
Perpanjangan batas rasio free float oleh BEI menandakan perhatian pada dinamika pasar dan kebutuhan untuk memberikan ruang bagi emiten dalam melakukan penyesuaian. Hal ini juga menggambarkan kompleksitas yang dihadapi oleh berbagai emiten, baik besar maupun kecil, dalam memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Untuk investor, ini merupakan sinyal penting untuk mengamati lebih lanjut perkembangan saham-saham yang terkena dampak dari kebijakan ini dan mempertimbangkan potensi investasi yang ada.