Peningkatan bauran biodiesel di Indonesia yang akan mencapai 50 persen atau B50 menjadi topik hangat bagi para ekonom dan stakeholder industri. Ekonom senior dari lembaga penelitian Independen (Indef), Fadhil Hasan, menegaskan bahwa langkah ini harus disertai dengan peningkatan produksi minyak sawit mentah (CPO) dalam negeri untuk memastikan keseimbangan antara pasokan energi dan pangan.
Produksi CPO Harus Ditingkatkan
Dalam sebuah diskusi publik yang dihelat di Jakarta, Fadhil mengatakan, "Kuncinya adalah tingkatkan produksi CPO di dalam negeri, entah itu melalui pemanfaatan lahan-lahan terdegradasi atau yang lainnya." Kata-kata ini menyoroti pentingnya langkah strategis dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Tanpa peningkatan ini, ia memperingatkan bahwa bahkan jika bauran biodiesel ditingkatkan, akan ada risiko penurunan ekspor CPO.
Fadhil menambahkan, jika sebagian besar CPO diserap untuk pemenuhan kebutuhan domestik, maka bisa dipastikan bahwa ekspor CPO akan terganggu. Hal ini, pada gilirannya, berpotensi memicu kenaikan harga CPO di pasar internasional. Dan ketika harga internasional CPO naik, dampaknya pun akan dirasakan di dalam negeri, terutama melalui kenaikan harga minyak goreng.
Risiko Kenaikan Harga Minyak Goreng
Harga minyak goreng di Indonesia diketahui sangat dipengaruhi oleh harga CPO global. Dengan meningkatnya permintaan domestik untuk B50, sebagai pemerintahan bergerak untuk menggunakan lebih banyak energi terbarukan, energi fosil dapat terdampak. Fadhil menambahkan, "Penurunan ekspor ini berpotensi memicu kenaikan harga CPO di pasar internasional, yang pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri."
Kebijakan Bauran Biodiesel yang Perlu Kajian Mendalam
Pemerintah Indonesia berencana meningkatkan bauran biodiesel dari level B35 menjadi B40 pada tahun 2025, dengan persiapan untuk penerapan B50. Meski begitu, Fadhil meminta agar keputusan untuk meningkatkan bauran biodiesel menjadi B50 harus dipertimbangkan dengan matang melalui kajian yang menyeluruh. Kebijakan hingga level B40 masih dinilai wajar, namun peningkatan lebih dari itu bisa menimbulkan dampak negatif pada industri minyak nabati global serta pasar domestik Indonesia.
Produksi CPO yang Cukup untuk B50
Dalam konferensi pers terpisah, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa Indonesia memiliki kapasitas produksi CPO yang sangat mencukupi untuk mendukung kebutuhan B50. Beliau menyatakan bahwa produksi CPO nasional telah mencatat sekitar 46 juta ton, sementara yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton. “CPO kita produksinya 46 juta ton, sekarang dalam negeri (kebutuhan) kita pakai 20 juta ton. Kita ekspor 26 juta ton, kalau kita mengambil 5,3 juta ton, berarti nggak ada masalah kan,” ujarnya.
Proyeksi Produksi CPO 2023
Berdasarkan data yang diberikan oleh Kementerian Pertanian, total produksi minyak sawit nasional pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 51,98 juta ton. Dengan data ini, terlihat bahwa produksi dalam negeri mampu mendukung kebijakan peningkatan bauran biodiesel yang direncanakan.
Pentingnya Monitor dan Regulasikan Pasar Domestik
Regulasi yang ketat dalam hal pemantauan produksi dan distribusi CPO sangat diperlukan agar kebijakan ini tidak mengganggu keseimbangan pasar dalam negeri. Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini untuk mencegah lonjakan harga yang tidak diinginkan. Selain itu, pemanfaatan lahan bekas atau terdegradasi untuk meningkatkan produksi CPO juga harus menjadi prioritas agar lebih berkelanjutan.
Kesimpulan
Peningkatan bauran biodiesel menjadi B50 membawa potensi manfaat namun juga risiko yang harus diperhatikan. Kenaikan permintaan akan CPO untuk bauran biodiesel ini dapat berimplikasi pada harga minyak goreng dan ekspor CPO. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan semua stakeholder terkait untuk melakukan analisis dan perencanaan yang matang demi meminimalkan risiko terhadap sektor pangan dan energi di Indonesia.