Prospek harga logam industri masih menjadi sorotan utama di pasar saat ini, terutama seiring dengan peluncuran paket stimulus yang diumumkan oleh pemerintah China. Dalam sepekan terakhir, kondisi pasar logam industri mengalami tekanan, dengan beberapa logam utama mengalami penurunan harga yang signifikan. Menurut data Bloomberg, pada perdagangan di pasar LME, timah tercatat sebagai logam industri dengan pelemahan tertinggi, turun sebesar 2,04% menjadi US$ 33.212 per ton pada Jumat, 11 Oktober.
Selain timah, logam lainnya juga mengalami penurunan harga. Tembaga, misalnya, turun sebesar 1,38% menjadi US$ 9.791,5 per ton. Nikel mengalami penurunan sebesar 1,04% dan harga terkoreksi menjadi US$ 17.864 per ton. Sementara itu, aluminium tercatat mengalami pelemahan 0,95% dan ditransaksikan pada harga US$ 2.632,5 per ton.
Stimulus Fiskal untuk Menghidupkan Ekonomi
Sebagai respons terhadap perlambatan ekonomi, pada Sabtu, 12 Oktober, pemerintah China meluncurkan inisiatif stimulus fiskal yang bertujuan untuk menghidupkan kembali perekonomian yang sedang lesu. Program tersebut mencakup sejumlah langkah, antara lain program pertukaran utang berskala besar dan penggunaan kuota obligasi berkelanjutan untuk menyelesaikan utang. Selain itu, pemerintah daerah diizinkan untuk menggunakan obligasi pemerintah untuk mendukung pasar properti dan rekapitalisasi bank-bank besar milik negara.
Pertanyaan Besar: Apakah Stimulus Akan Menjadi Efektif?
Meskipun langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memberikan dorongan bagi perekonomian, banyak analis dan investor masih meragukan dampak langsung terhadap harga logam industri. Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengungkapkan bahwa pengumuman stimulus belum memberikan kejelasan yang cukup terkait prospek harga logam.
“Otoritas gagal menjelaskan secara pasti berapa banyak yang akan dibelanjakan untuk stimulus tambahan,” ujarnya. Ini menjadi perhatian utama bagi investor yang sedang menantikan tanda-tanda pemulihan permintaan logam dasar yang belum sepenuhnya pulih.
Perlambatan Inflasi dan Deflasi Produsen
Data yang dirilis oleh Trading Economics menunjukkan bahwa inflasi konsumen di China melambat pada bulan September, sementara deflasi produsen terus berlanjut. Hal ini juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan karena dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kesehatan ekonomi China. Jika inflasi konsumen menurun, ini juga berpotensi memengaruhi permintaan logam industri di masa mendatang.
Kenaikan Harga Logam: Perkiraan di Masa Depan
Sutopo memperkirakan bahwa jika pemerintah China memberikan angka pasti untuk stimulus, seperti perkiraan antara 2 triliun hingga 3 triliun yuan, maka harga logam industri berpotensi naik secara bertahap. Ia mengingatkan bahwa tingkat permintaan logam dasar belum pulih sepenuhnya, tetapi jika ada keyakinan dari pasar, pemulihan bisa berlangsung lebih cepat.
Menurut pengamat komoditas dan mata uang, Lukman Leong, stimulus ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah China diharapkan dapat mendorong kenaikan harga logam industri yang sempat tertekan dalam sepekan terakhir. “Namun, untuk kenaikan lebih lanjut dari level saat ini, masih dibutuhkan stimulus tambahan,” jelasnya.
Implikasi bagi Sektor Properti dan Persepsi Investor
Sektor properti di China yang selama ini menjadi salah satu pilar pertumbuhan ekonomi tertekan cukup signifikan. Mengingat stimulus yang ditujukan untuk sektor tersebut, Lukman memprediksi bahwa tembaga dan aluminium akan menjadi dua logam yang paling diuntungkan dari inisiatif ini. Selain itu, faktor eksternal seperti masalah produksi timah di Myanmar sebagai produsen terbesar ketiga di dunia juga akan memberikan dampak terhadap harga timah.
Proyeksi Harga Logam Menjelang Akhir 2024
Berdasarkan analisisnya, Lukman memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2024, harga tembaga bisa mencapai kisaran US$ 10.500 hingga US$ 11.000 per ton. Aluminium diprediksi akan berada di level US$ 2.800 per ton, sementara timah diperkirakan mencapai US$ 35.000 per ton dan nikel di kisaran US$ 19.000 hingga US$ 20.000 per ton.
Sementara itu, Sutopo sendiri memperkirakan harga aluminium di level US$ 2.679,94 per ton, timah US$ 34.194 per ton, dan nikel di US$ 17.376 per ton. Proyeksi ini mencerminkan harapan akan adanya pemulihan permintaan logam dasar seiring dengan adanya stimulus fiskal.
Kesimpulan
Dari analisis yang ada, jelas terlihat bahwa meskipun ada harapan positif dari stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah China, banyak faktor yang masih perlu dicermati oleh investor. Seiring dengan perkembangan pasar dan ekonomi global, kemungkinan ada dinamika yang akan memengaruhi pelaksanaan dan dampak stimulus tersebut. Investor di pasar logam industri perlu tetap waspada dan melakukan analisis mendalam untuk mengambil keputusan investasi yang tepat di masa mendatang.