Harga minyak dunia saat ini mengalami tekanan yang signifikan akibat berbagai faktor, dengan melambatnya ekonomi China menjadi penekan utama. Berdasarkan data terbaru dari Trading Economics, pada Selasa (15/10), harga minyak WTI tercatat berada di angka US$ 70,88 per barel. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 3,96% dalam 24 jam terakhir, serta akumulasi pelemahan sebesar 4,24% dalam sepekan terakhir.
Penurunan Permintaan Global
Salah satu faktor kunci yang berkontribusi terhadap penurunan harga minyak adalah proyeksi permintaan yang semakin menurun. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) baru-baru ini mengambil langkah untuk memangkas proyeksi permintaan minyak global untuk tahun 2024. Dalam laporan terbarunya, OPEC menyatakan bahwa permintaan global diperkirakan akan meningkat sebesar 1,93 juta barel per hari (bph), yang lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yaitu kenaikan sebesar 2,03 juta bph. Ini adalah revisi ketiga yang dilakukan oleh OPEC, menunjukkan adanya kepastian bahwa tren penurunan ini mungkin akan berlanjut.
Dampak Kebijakan Ekonomi China
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengungkapkan bahwa penyesuaian ini terhadap proyeksi permintaan minyak merupakan hal yang wajar. Penurunan permintaan ini sangat terkait dengan melambatnya ekonomi China, yang merupakan negara importir terbesar minyak dunia. Sejak Januari, China telah mengalami penurunan permintaan minyak sebesar 3%.
Walaupun pemerintah China sudah mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi, efek dari kebijakan tersebut diharapkan akan muncul secara bertahap. Hal ini berarti bahwa dampak dari kebijakan tersebut kemungkinan besar tidak akan terasa hingga akhir tahun ini.
Tantangan Ekonomi di China
Analis dari PT Finex Bisnis Solusi Future, Brahmantya Himawan, menambahkan bahwa tantangan ekonomi di China cukup besar. Tingkat pengangguran, terutama di kalangan anak muda, telah mencapai lebih dari 18%. Hal ini sangat memengaruhi ekonomi karena anak muda merupakan angkatan kerja aktif. Banyak di antara mereka yang terpaksa bergantung pada uang pensiun orang tua, sehingga mereka dijuluki sebagai 'rotten tail kids'.
Dari segi impor, Brahm juga mencatat bahwa pada bulan September, impor minyak China mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh pabrik-pabrik yang mengurangi pembelian minyak mentah karena lemahnya permintaan bahan bakar domestik dan margin ekspor yang rendah.
Gejolak Geopolitik dan Proyeksi Harga
Menariknya, gejolak geopolitik, khususnya konflik antara Israel dan Iran, ternyata tidak terlalu memengaruhi harga minyak saat ini. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa mereka tidak akan menyerang sumber energi minyak. Meskipun begitu, potensi perang terbuka antara Israel dan Iran bisa mempengaruhi harga minyak ke depannya.
Dalam pandangan Sutopo, harga minyak WTI diperkirakan akan berada di level US$ 68,67 per barel. Namun, jika Israel melakukan serangan pada sumber energi minyak Iran, maka harga minyak dapat melonjak hingga mencapai US$ 80 per barel. Situasi ini tentunya menjadi perhatian serius bagi pelaku pasar.
Kesimpulan
Dengan proyeksi permintaan yang dipangkas oleh OPEC, tantangan ekonomi di China yang semakin menguat, serta ketegangan geopolitik yang belum menunjukkan titik terang, prospek harga minyak dalam jangka pendek terlihat suram. Dalam waktu dekat, para investor dan pelaku pasar diharapkan dapat memantau dengan cermat situasi ini agar dapat mengambil keputusan investasi yang tepat. Stagnasi dalam harga minyak bukan hanya berdampak pada industri terkait, tetapi juga akan berimplikasi pada perekonomian global secara keseluruhan.