Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan selama tiga hari terakhir, menggundang keprihatinan di kalangan pelaku pasar dan ekonomi global. Penurunan harga ini bukan hanya masalah lokal, tetapi berdampak luas, terutama bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia.
Pergerakan Harga Minyak
Pada Selasa, 15 Oktober 2024, harga minyak WTI untuk kontrak November di Nymex merosot 2,88% menjadi US$ 71,70 per barel, melanjutkan penurunan hari sebelumnya yang tercatat turun 2,29%. Dalam tiga hari berturut-turut, harga minyak WTI telah mengalami penurunan total sebesar 5,47%. Sementara itu, minyak Brent, yang merupakan acuan untuk minyak mentah internasional, juga menunjukkan tren serupa dengan harga kontrak Desember 2024 di ICE Futures yang turun 2,84% menjadi US$ 75,26 per barel, dengan akumulasi penurunan sebesar 5,21% dalam periode yang sama.
OPEC Memangkas Proyeksi Permintaan
Penurunan harga minyak ini sebagian besar dipicu oleh langkah OPEC yang memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan global untuk tahun 2024. Menurut OPEC, pertumbuhan permintaan dari China, sebagai importir minyak terbesar di dunia, menjadi penyebab utama revisi ini. OPEC memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak untuk China akan turun menjadi 580.000 barel per hari (bph) dari sebelumnya 650.000 bph.
Data menunjukkan bahwa impor minyak mentah China untuk sembilan bulan pertama tahun ini mengalami penurunan hampir 3% dari tahun lalu, menyentuh angka 10,99 juta bph. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya adopsi kendaraan listrik (EV) serta perlambatan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Masalah struktural seperti konsumsi yang lemah dan ketergantungan pada investasi infrastruktur juga turut berkontribusi pada kebangkitan tekanan deflasi di China, yang semakin memperburuk kondisi pasar minyak global.
Dampak Penurunan Harga Minyak bagi Ekonomi
Penurunan harga minyak memiliki dampak yang luas bagi ekonomi global. Bagi negara pengimpor minyak seperti Indonesia, harga minyak yang lebih rendah dapat menguntungkan, terutama dalam hal pengeluaran negara untuk subsidi energi. Namun, bagi negara-negara penghasil minyak, penurunan ini dapat menjadi tantangan serius terhadap pendapatan negara dan anggaran fiskal.
Kepala pasar komoditas-minyak global di Rystad Energy, Mukesh Sahdev, mengungkapkan bahwa ketidakpastian mengenai langkah-langkah stimulus yang diambil oleh pemerintah China untuk mengatasi masalah ekonominya juga menambah potensi risiko bagi pasar minyak. Kurangnya garis waktu yang jelas untuk pemulihan dapat meningkatkan ambiguitas di antara pelaku pasar yang khawatir akan masa depan permintaan minyak.
Kekhawatiran Geopolitik dan Valuasi Dolar
Di tengah penurunan harga minyak, kekhawatiran masyarakat tentang ketegangan geopolitik juga semakin meningkat. Setelah serangan rudal Iran pada 1 Oktober, reaksi Israel dan dukungan AS kepada mereka menciptakan ketidakpastian tambahan tentang stabilitas produksi minyak di kawasan tersebut. Meskipun ada kemungkinan serangan lanjutan, langkah-langkah penguatan oleh militer AS mungkin telah meredakan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Di sisi lain, penguatan Dolar AS juga berkontribusi terhadap penurunan harga minyak. Dolar yang lebih kuat membuat minyak berdenominasi Dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli dalam mata uang lain, yang pada akhirnya mengurangi permintaan. Pada hari Senin, Dolar AS mencapai titik tertinggi sembilan minggu dalam perdagangan yang sepi.
Persediaan dan Prospek ke Depan
Berdasarkan jajak pendapat Reuters, persediaan minyak mentah AS diperkirakan meningkat pada minggu lalu, sementara persediaan sulingan dan bensin diperkirakan akan menurun. Ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam pasokan dan permintaan, yang dapat menyebabkan fluktuasi harga lebih lanjut di masa mendatang.
Secara keseluruhan, penurunan harga minyak ini menuntut perhatian serius dari para pelaku pasar dan ekonom global. Seiring berjalannya waktu, dampak dari setiap dinamika pasar dapat mempengaruhi tingkat inflasi, daya beli konsumen, serta stabilitas ekonomi negara-negara terlibat. Investasi dalam energi terbarukan dan kendaraan listrik akan menjadi penting dalam menciptakan ketahanan ekonomi di tengah fluktuasi harga minyak yang tidak menentu.