Wawasan Terkini

Dapatkan Wawasan Terkini Setiap Hari

Inflasi NTB Oktober 2024: Emas dan Tomat Jadi Kontributor Utama

Inflasi NTB Oktober 2024: Emas dan Tomat Jadi Kontributor Utama

by Citra Maharani at 01 Nov 2024 14:05

Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja mengumumkan angka inflasi untuk bulan Oktober 2024. Inflasi bulan ini tercatat sebesar 0,09 persen, dengan komoditas emas perhiasan dan tomat menjadi penyumbang inflasi tertinggi. Data ini menunjukkan dinamika harga yang berlangsung di pasaran lokal serta dampaknya terhadap ekonomi regional.

Pergerakan Harga Emas di Pasar

Kepala BPS NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa harga emas saat ini mengalami kenaikan signifikan. Pada 1 Oktober 2024, harga emas Antam tercatat berada di angka Rp1,45 juta per gram. Namun, menjelang akhir bulan, harga ini melonjak hingga mencapai Rp1,56 juta per gram, menjadikannya harga tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Kenaikan harga emas ini sebesar 7,92 persen atau sekitar Rp115 ribu per gram sepanjang Oktober. Hal ini berkontribusi menyumbang inflasi sebesar 0,07 persen. Kenaikan harga emas dipengaruhi oleh permintaan yang tinggi di pasar domestik, serta tren harga emas global yang cenderung meningkat.

Faktor Penyebab Inflasi Tomat

Sementara itu, komoditas tomat mencatatkan andil inflasi yang lebih besar, yakni hingga 0,17 persen. Menurut Wahyudin, faktor perubahan musim antara kemarau dan hujan menjadi penyebab utama turunnya pasokan tomat. Banyak tanaman tomat yang gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu.

Harga tomat di pasar tradisional, seperti di Pasar Kebon Roek, Kota Mataram, mencatatkan harga yang cukup tinggi, yakni Rp20 ribu per kilogram. Kenaikan harga ini tentunya memengaruhi daya beli masyarakat, di mana tomat merupakan salah satu komoditas penting dalam pola konsumsi rumah tangga.

Komponen Lain Penyumbang Inflasi di NTB

Selain emas dan tomat, ada beberapa komoditas lain yang turut berkontribusi terhadap inflasi di Nusa Tenggara Barat. Di antaranya adalah beras yang menyumbang inflasi sebesar 0,06 persen, bawang merah 0,03 persen, serta sigaret kretek tangan yang juga berkontribusi sebesar 0,03 persen.

Setiap komoditas ini memiliki peranan penting dalam ekonomi lokal. Sebagai contoh, beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harganya cenderung stabil, namun dalam beberapa bulan terakhir, fluktuasi harga menjadi perhatian khusus. Bawahan merah juga mengalami kenaikan harga akibat permintaan yang meningkat menjelang perayaan tertentu.

Komoditas yang Menyebabkan Deflasi

Di sisi lain, terdapat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga dan menyumbang deflasi, seperti ikan layang atau ikan benggol yang mencatatkan deflasi sebesar 0,08 persen. Kemudian, udang basah yang menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen, diikuti oleh ikan tongkol, pisang, dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,04 persen, 0,03 persen, dan 0,03 persen.

Komoditas ini biasanya dipengaruhi oleh musim panen dan ketersediaan di pasar. Penurunan harga pada komoditas tersebut memberi angin segar bagi masyarakat, terutama mereka yang tergantung pada bahan pangan tersebut sebagai bagian dari konsumsi harian.

Pandangan Ekonomi Regional ke Depan

BPS juga memberikan sinyal bahwa ekonomi daerah mengalami pelambatan. Hal ini tertuang dalam laporan terbaru yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di NTB tidak secepat yang diharapkan. Faktor-faktor seperti tingginya inflasi dan fluktuasi harga komoditas di pasar membuat prospek ekonomi menjadi kurang cerah.

Salah satu fokus utama adalah stabilitas harga di pasar agar masyarakat tidak terbebani. Pengawasan dan regulasi yang ketat dari pemerintah diperlukan untuk mengendalikan inflasi, khususnya pada komoditas vital yang menjadi andalan konsumsi masyarakat.

Kesimpulan

Inflasi di Nusa Tenggara Barat pada Oktober 2024 telah menunjukkan angka yang cukup menggusarkan dengan sumbangan terbesar berasal dari komoditas emas dan tomat. Kenaikan harga emas yang signifikan dan fluktuasi harga tomat seharusnya menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan. Stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi untuk menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan.

Berita Lainnya