Harga minyak mentah mengalami penurunan pada Jumat (11/10) tetapi tetap menunjukkan kemungkinan kenaikan untuk minggu kedua berturut-turut. Penurunan ini dipicu oleh pertimbangan para investor yang cermat mengenai dampak badai serta potensi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama terkait respon Israel terhadap Iran.
Pergerakan Harga Minyak Mentah
Menurut laporan Reuters, pada pukul 13.24 GMT, harga minyak mentah Brent berjangka turun 66 sen, atau 0,8%, menjadi US$ 78,74 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate juga turun 65 sen, setara dengan penurunan 0,9%, menjadi US$ 75,20 per barel. Meskipun demikian, kedua benchmark tersebut menunjukkan arah kenaikan untuk minggu ini.
Dampak Ketegangan Geopolitik
Salah satu faktor yang mempengaruhi harga minyak adalah potensi serangan Israel terhadap infrastruktur minyak Iran. Barclays dalam catatan untuk klien mereka menyatakan bahwa serangan tersebut dapat memberikan efek biner bagi pasar minyak. Jika terjadinya serangan, kemungkinan kelebihan kapasitas cadangan yang tinggi akan berkurang, meskipun pada saat yang sama risiko geopolitik dapat meningkat. Hal ini menjadi jelas dengan lonjakan volatilitas yang terjadi di pasar minyak dalam beberapa waktu terakhir.
Kondisi Cuaca dan Permintaan Energi
Di sisi lain, badai Milton yang baru saja melanda Samudra Atlantik berpotensi mengurangi konsumsi bahan bakar di wilayah-wilayah yang terdampak, terutama di Florida, di mana badai tersebut mengakibatkan kerusakan yang signifikan. Badai ini melawan potensi permintaan yang meningkat akibat cuaca dingin. Hingga saat ini, setidaknya 10 orang dilaporkan tewas akibat badai ini, dan jutaan orang di wilayah tersebut juga kehilangan akses listrik.
Pandangan Ahli Pasar
Kekhawatiran atas persediaan minyak mentah yang melimpah serta potensi pelonggaran moneter oleh Federal Reserve AS menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar. Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG, menyatakan bahwa kapabilitas pasokan yang tinggi dan ketidakpastian mengenai kebijakan moneter AS menunda potensi reli harga minyak baru-baru ini.
Ketegangan yang Berlanjut antara Israel dan Iran
Pada tanggal 1 Oktober, Iran meluncurkan lebih dari 180 rudal sebagai respons terhadap Israel, dan hal ini meningkatkan prospek kemungkinan pembalasan terhadap fasilitas minyak Iran. Sementara, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyatakan bahwa setiap serangan yang mungkin dilakukan terhadap Iran akan bersifat "mematikan, tepat sasaran, dan mengejutkan". Ini menunjukkan betapa seriusnya krisis ini dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi harga minyak.
Pandangan Negara-negara Teluk
Menanggapi potensi konflik ini, beberapa negara Teluk telah mengajukan lobi kepada Washington untuk menekan Israel agar tidak menyerang lokasi-lokasi minyak di Iran. Mereka khawatir serangan semacam itu dapat mendorong balasan dari Iran, termasuk serangan terhadap fasilitas minyak mereka sendiri. Keresahan ini menambah faktor pemicu yang meningkatkan harga minyak global.
Data Produksi Minyak
Di tengah kondisi yang tidak menentu, terdapat berita positif dari sektor suplai. Perusahaan Minyak Nasional Libya mengumumkan pada Kamis bahwa mereka telah memulihkan produksi mendekati level sebelum krisis yang terjadi di bank sentral negara mereka, dengan tingkat produksi mencapai 1,22 juta barel per hari. Pemulihan ini menunjukkan stabilitas yang diharapkan di satu sisi walaupun gejolak masih menghadang dari sisi geopolitik.
Kesimpulan
Saat ini, industri minyak global terus menghadapi tantangan serius yang disebabkan oleh kombinasi faktor cuaca dan ketegangan internasional. Sambil memantau perkembangan ini, para investor diharapkan dapat melakukan keputusan yang lebih tepat untuk meminimalkan risiko. Potensi konflik di Timur Tengah dan kabar buruk dari kondisi cuaca di Amerika Serikat bisa menyebabkan lonjakan harga yang tajam, sementara data suplai dari tempat lain menunjukkan adanya kemungkinan pemulihan.