Indonesia dan Cina telah sepakat untuk membentuk kerja sama maritim yang diharapkan dapat menjadi model dalam upaya memelihara perdamaian dan persahabatan di kawasan. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (RI) mengungkapkan kesepakatan tersebut dalam keterangan persnya pada Senin, 11 November 2024. Kerja sama ini sejalan dengan semangat Declaration of the Conduct of the Parties di Laut Cina Selatan, yang ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan Cina pada tahun 2002, serta mendukung usaha menciptakan perdamaian di kawasan Laut Cina Selatan.
Aspek Kerja Sama yang Dijajaki
Kerja sama ini direncanakan akan mencakup berbagai aspek penting, khususnya dalam bidang ekonomi, perikanan, dan konservasi. Prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan menjadi dasar pengembangan kerja sama ini.
Menurut Kementerian Luar Negeri, semua kegiatan kerja sama akan dijalankan dalam kerangka ketentuan undang-undang dan peraturan masing-masing negara. Untuk Indonesia, hal ini harus mengikuti sejumlah undang-undang yang relevan, termasuk:
- Ratifikasi perjanjian internasional terkait kelautan, khususnya Konvensi Hukum Laut 1982.
- Perjanjian bilateral tentang status hukum perairan dan delimitasi batas maritim.
- Peraturan terkait konservasi, pengelolaan perikanan, serta perpajakan.
Lebih lanjut, Indonesia menegaskan bahwa semua kewajiban internasional yang ada, termasuk kontrak yang dibuat sebelumnya terkait kawasan tersebut, tidak akan terpengaruh oleh kerja sama ini.
Dampak terhadap Kedaulatan Indonesia
Seiring dengan munculnya kesepakatan ini, Indonesia menekankan pentingnya menyikapi berbagai klaim yang ada di Laut Cina Selatan. Kerja sama yang dijalin tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim “9-Dash-Lines” oleh Cina. Indonesia menegaskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan UNCLOS 1982.
Kerja sama ini juga diharapkan tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara. Dalam hal ini, Badan Keamanan Laut RI pada bulan Oktober 2024 mengusir kapal Coast Guard Cina yang terdeteksi mengganggu kegiatan survei di kawasan tersebut. Bakamla menegaskan bahwa mereka akan terus melakukan patroli dan pemantauan intensif untuk menjaga kedaulatan RI di wilayah perairan Natuna Utara.
Pentingnya Pengawasan Wilayah Laut
Sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyoroti pentingnya menjaga kawasan maritim Indonesia dari keberadaan kapal nelayan asing. Anies mencatat banyaknya kapal asing yang beroperasi di Laut Natuna Utara serta dampaknya terhadap kedaulatan negara.
“Kedaulatan wilayah harus menjadi prioritas dan dijaga, terutama dari kapal-kapal nelayan asing yang sering didampingi oleh kapal sipil bersenjata,” tandas Anies. Pandangan ini sejalan dengan kesadaran bahwa aktivitas di laut harus dikelola dengan bijaksana untuk mencegah potensi konflik yang dapat merugikan kepentingan Indonesia.
Kepastian Stabilitas di Laut Cina Selatan
Dengan adanya kerja sama ini, Indonesia meyakini bahwa penyelesaian Code of Conduct di Laut Cina Selatan dapat tercapai, yang pada akhirnya akan menciptakan stabilitas dan keamanan di kawasan. Kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk menguntungkan kedua negara, tetapi juga untuk menghindari konflik regional yang bisa mengancam perdamaian dan kesejahteraan kawasan.
Dengan langkah-langkah strategis dan dukungan politik yang konsisten, kerja sama maritim Indonesia-Cina diharapkan menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi dan hubungan bilateral yang lebih kuat, yang memberi manfaat bagi masyarakat kedua negara dan kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.
Masyarakat Indonesia sangat menantikan perkembangan positif dari kerja sama ini dan dampaknya terhadap sektor ekonomi dan kelautan. Harapannya, kerja sama ini akan berkontribusi menciptakan lingkungan maritim yang aman, sejahtera, dan saling menguntungkan, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.