Kondisi Deflasi dan Dampaknya pada Kelas Menengah
Indonesia telah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut. Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik, deflasi bulanan mencapai 0,12% pada September 2024.
Deflasi ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, khususnya pada kelas menengah. Meskipun pengeluaran untuk makanan masih tinggi, kebutuhan lain seperti pembelian kendaraan bermotor dan perumahan mengalami penurunan.
Faktor Penyebab Deflasi
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengungkapkan bahwa pembelian kendaraan roda dua dan pembelian semen mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan menurunnya konsumsi kelas menengah. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), terlihat dari penurunan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Tantangan Kelas Menengah
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebut bahwa penurunan pendapatan kelas menengah menyebabkan kecenderungan 'makan' tabungan. Tingginya pengeluaran juga mengakibatkan kelas menengah tertekan untuk menggunakan pinjaman online (pinjol) karena pendapatan yang tidak mencukupi.
Kelas menengah juga dihadapkan pada pengeluaran yang signifikan untuk pajak, barang/jasa, perumahan, pendidikan, dan makanan. Ini membuat pendapatan pribadi tergerus, terutama akibat kenaikan biaya pendidikan tinggi, sewa rumah, dan cicilan kendaraan bermotor.
Indikator Kontraksi Konsumsi
Data BPS menunjukkan adanya kontraksi dalam indikator konsumsi rumah tangga, khususnya di kelompok masyarakat menengah. Penjualan sepeda motor terkoreksi sebesar 17,24%, sementara penjualan mobil penumpang turun 13,68%. Di sisi lain, peningkatan terjadi pada penumpang angkutan udara dan hunian hotel, menunjukkan peningkatan konsumsi pada kelas atas.
Dengan kondisi ini, penting bagi pemerintah dan pelaku ekonomi untuk mencari solusi agar daya beli kelas menengah pulih sehingga konsumsi dapat meningkat kembali demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.