Sejak akhir semester I 2024, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan angka-angka yang mengkhawatirkan. Pada 25 September 2024, rupiah tercatat menyentuh level terendahnya tahun ini di Rp 15.102, dengan analisis yang mencatat penguatan indeks dolar sebagai salah satu faktor utama pelemahan mata uang Garuda ini. Dalam perdagangan terbaru yang dilaporkan pada 10 Oktober 2024, nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.658 per dolar AS, mengalami penurunan sebesar 0,33% dibandingkan hari sebelumnya.
Melihat tren yang ada, rupiah juga ditutup di level Rp 15.678 di pasar spot, mengalami penurunan sekitar 0,31%. Para ekonom, termasuk David Sumual dari Bank BCA, menekankan bahwa faktor eksternal berperan dominan dalam pergerakan nilai tukar rupiah saat ini. Salah satu isu yang diangkat adalah ekspektasi akan kebijakan moneternya yang lebih longgar dari Federal Reserve (The Fed).
Ekonomi AS dan Dampaknya terhadap Rupiah
Saat ini, pasar global terlihat cukup optimis dengan data ekonomi AS yang menunjukkan hasil yang lebih baik dari yang diharapkan. Data non-farm payroll yang dirilis minggu lalu, menunjukkan angka di atas ekspektasi pasar, mengisyaratkan bahwa pasar tenaga kerja di AS masih cukup solid. Hal ini menyebabkan mata uang-mata uang pasar berkembang, termasuk rupiah, mengalami tekanan jual.
Analis Senior Bank Mandiri, Reny Eka Putrif, menyebutkan bahwa ketegangan geopolitik yang meningkat juga berkontribusi pada penurunan nilai rupiah. Investasi mulai beralih ke aset aman, seperti dolar AS, yang menyebabkan aliran dana masuk ke pasar AS semakin meningkat.
Tanggal | Nilai Tukar (Rp/USD) | Perubahan Harian (%) |
---|---|---|
25 September 2024 | 15.102 | - |
10 Oktober 2024 | 15.658 | -0.33% |
Analisa Kebijakan Dolar AS dan Pengaruh Suku Bunga
Salah satu faktor penting lainnya adalah kebijakan suku bunga yang diambil oleh The Fed. Saat ini, pengamat pasar memperkirakan bahwa The Fed akan memperlambat penurunan suku bunga. Menurut Reny, jika The Fed berhasil mempertahankan inflasi di sekitar 2% atau lebih rendah, pemotongan suku bunga berikutnya mungkin tidak sebesar yang dijadwalkan sebelumnya.
Hal ini mendorong prediksi bahwa The Fed akan melakukan dua pemotongan suku bunga lagi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan harga. Dengan kondisi tersebut, pergerakan dana ke pasar AS mungkin tidak akan terhenti, sehingga memperparah tekanan pada rupiah.
Resistensi dan Support Rupiah
Dalam analisisnya, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, menjelaskan bahwa kondisi fundamental saat ini menunjukkan bahwa depresiasi rupiah lebih disebabkan oleh faktor-faktor eksternal ketimbang domestik. Ia mencatat bahwa institusi keuangan besar seperti Bank of England (BOE) dan European Central Bank (ECB) diperkirakan akan menurunkan suku bunga secara besar-besaran, yang akan semakin menarik dana kembali ke AS.
Menurut Fikri, terdapat batas-batas psikologis untuk nilai tukar rupiah, dengan resistance di level Rp 16.000 dan support di Rp 15.200. Di sisi lainnya, ia memperkirakan bahwa rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.400 hingga Rp 15.500, mencerminkan stabilitas yang diperlukan untuk mendukung portofolio investor dan sektor riil Indonesia.
Proyeksi Nilai Tukar di Akhir Tahun
Fikri menambahkan bahwa jika risiko geopolitik global mereda, rupiah dapat menguat kembali. Proyeksi yang diharapkan adalah sekitar Rp 15.490 per dolar AS pada akhir tahun, dengan catatan adanya pemotongan suku bunga dari The Fed dan tidak adanya gangguan besar dari pemilu AS yang akan datang. Di sisi lain, Reny meyakini dengan kebijakan intervensi yang tepat oleh Bank Indonesia, nilai tukar rupiah dapat berfluktuasi di antara Rp 15.400 hingga Rp 15.700 per dolar AS pada akhir tahun.
David Sumual dari Bank BCA juga optimis bahwa dengan data ekonomi yang terus membaik di AS, ada kemungkinan nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp 15.400 hingga Rp 15.800 per dolar AS. Semua analisa ini menunjukkan adanya harapan meskipun dalam kondisi yang menantang saat ini.
Oleh karena itu, penting bagi para pelaku pasar untuk selalu memantau perkembangan ekonomi global dan kebijakan yang diambil oleh The Fed, serta kondisi-kondisi yang ada di dalam negeri untuk mengambil keputusan yang tepat baik dalam investasi maupun dalam pengelolaan keuangan.