Kurs Rupiah Melemah Enam Hari Berturut-turut
Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan yang signifikan, bahkan mencatatkan penurunan selama enam hari berturut-turut. Pada hari Senin (7/10) pagi, rupiah dibuka pada nilai Rp 15.680 per dolar AS, melemah 1,26% dibandingkan penutupan akhir pekan sebelumnya yang berada di level Rp 15.485 per dolar AS. Pada momen terendahnya, rupiah sempat jatuh hingga Rp 15.688 per dolar AS pada pukul 9.58 WIB.
Pelemahan Berkelanjutan
Selama pekan lalu, rupiah juga mengalami beban berat dengan total pelemahan mencapai 2,38% terhadap dolar AS. Menariknya, rupiah sempat menyentuh level terkuatnya di Rp 15.102 per dolar AS pada Rabu (25/9), menjadi angka paling kuat yang dicapai dalam 14 bulan terakhir.
Intervensi Bank Indonesia
Edi Susianto, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), menyatakan bahwa BI telah menyiapkan langkah antisipasi melalui intervensi pasar spot, domestic non-deliverable forward, dan pasar obligasi. Ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara supply dan demand forex di pasar. "Perkembangan pasar global tidak menguntungkan bagi mata uang emerging markets termasuk rupiah," jelas Edi, merujuk pada kondisi eskalasi konflik di Timur Tengah dan data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan hasil lebih baik dari ekspektasi.
Kondisi Mata Uang Asia Lainnya
Di pasar regional, tidak hanya rupiah yang terpuruk, tetapi banyak mata uang Asia lain juga mengikuti jejak yang sama. Misalnya, Ringgit Malaysia melemah 1,12% terhadap dolar AS, dan pelemahan nilai tukar juga terjadi pada peso Filipina, dolar Taiwan, baht Thailand, dan dolar Hong Kong. Sementara itu, ada beberapa mata uang, seperti yen Jepang dan won Korea, yang justru mengalami penguatan terhadap dolar AS.
Indeks Dolar dan Yield SBN
Walaupun indeks dolar AS menunjukkan pelemahan tipis sebesar 0,05% menjadi 102,47, namun dalam minggu ini indeks dolar justru naik 1,67%. Adanya pergerakan ini tentunya memberikan dampak pada pasar obligasi Indonesia. Amir Dalimunthe, Head of Fixed Income Research di BNI Sekuritas, memberikan analisis bahwa ada potensi peningkatan volatilitas terhadap harga dan yield dari instrumen surat berharga negara (SBN) yang berdenominasi rupiah.
Perkiraan Yield SUN
Dalam periode 7-11 Oktober 2024, Amir memperkirakan bahwa yield curve untuk Surat Utang Negara (SUN) 10-tahun akan berada di kisaran 6,51% - 6,78%. Pada Jumat (4/10), yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) mengalami peningkatan mingguan sebesar 18 basis poin menjadi 6,65%. Kenaikan yield ini diyakini sejalan dengan fluktuasi yang terjadi pada yield US Treasury serta pelemahan rupiah.
Rekomendasi Investasi
Berdasarkan analisis dan valuasi yang telah dilakukan, BNI Sekuritas merekomendasikan para investor untuk memperhatikan obligasi berikut yang dinilai menarik: FR0086, FR0047, FR0071, FR0100, FR0068, FR0080, FR0098, dan FR0050. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kondisinya tidak ideal, masih terdapat peluang bagi para investor untuk berinvestasi pada instrumen tertentu.
Kesimpulan
Pelemahan kurs rupiah yang berkelanjutan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan Bank Indonesia. Dengan kondisi pasar yang menantang dan dampak dari faktor eksternal, langkah proaktif melalui intervensi pasar menjadi sangat penting. Investor pun perlu mencermati perkembangan ini guna mengambil langkah yang tepat dalam berinvestasi di pasar yang fluktuatif.