Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dua modal utama diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI, yaitu optimisme dan kewaspadaan. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah diskusi daring bertema "Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2025" yang diadakan oleh Forum Diskusi Denpasar pada 6 November 2023.
Situasi Ekonomi dan Kepercayaan Publik
Lestari Moerdijat menekankan bahwa kepemimpinan baru yang terpilih saat ini mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat. Kepercayaan ini diharapkan dapat menjadi modal yang kuat untuk melangkah ke depan dengan mengedepankan optimisme dalam merealisasikan berbagai target pembangunan ekonomi yang telah dicanangkan.
"Kita berangkat dari sebuah kondisi yang sangat baik, dengan kepemimpinan baru yang siap mengambil langkah-langkah penting berdasarkan kepercayaan publik," jelasnya.
Empat Poin Penting dalam Pembangunan Ekonomi
Menurutnya, pidato perdana Presiden Prabowo pada 20 Oktober 2023 menyebutkan empat program penting: swasembada pangan, swasembada energi, pembenahan subsidi, dan hilirisasi. Lestari berpandangan bahwa realisasi dari program-program tersebut dapat memperbaiki kondisi ekonomi di masa mendatang.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025
Bank Indonesia (BI) telah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai angka antara 4,8% hingga 5,6%. Optimisme ini, menurut Lestari, merupakan modal yang strategis untuk mendorong perekonomian nasional, meskipun tantangan tetap harus diantisipasi dengan baik.
Tantangan dalam Perekonomian Global
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia, David Sumual, menyoroti bahwa perekonomian Indonesia masih terpengaruh oleh dinamika global, termasuk pemilihan umum di AS dan pelambatan ekonomi di Tiongkok. Ia mencatat bahwa utang AS yang mencapai 120% terhadap PDB dan konflik geopolitik lainnya menjadi tantangan besar.
"Jika kita ingin pertumbuhan ekonomi di atas 5%, kita harus mampu menarik investasi asing tiga hingga empat kali lipat lebih besar dari tahun ini," tegasnya. Sayangnya, Indonesia justru mengalami deindustrialiasi, sementara negara lain seperti Vietnam dan Malaysia mampu menarik investasi asing.
Pentingnya Anggaran yang Efektif
Di sisi lain, Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kesehatan Universitas Airlangga, Ni Made Sukartini, menyoroti bahwa aktivitas ekonomi pemerintah seringkali berbeda dengan kebutuhan individu dan rumah tangga. Kebijakan pengeluaran yang lebih tinggi dalam 10 tahun terakhir, menurutnya, dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan daya beli masyarakat, jika dilakukan dengan baik.
"Pemerintah harus memastikan bahwa program swasembada pangan melibatkan kapasitas masyarakat di luar Jawa, karena hal ini akan mempengaruhi efektivitasnya," katanya.
Fokus pada Ekonomi Kerakyatan
Anggota Komisi XI DPR RI, Shohibul Imam, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global saat ini melambat. Namun, optimisme tetap diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan yang diinginkan, yaitu 8%. Dia menekankan bahwa kebijakan menolong sektor UMKM serta program ekonomi kerakyatan akan menjadi kunci dalam upaya ini.
Mendorong Keterampilan Tenaga Kerja
Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem, Sonny Y. Soeharso, berpendapat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, diperlukan sinergi antara prioritas program dan postur anggaran yang tepat. Sonny juga menekankan perlunya peningkatan keterampilan tenaga kerja agar sesuai dengan permintaan pasar global.
Menarik Investor Asing
Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia, Muchamad Ghufron, mengkritik lemahnya Indonesia dalam menarik investasi asing, terutama di sektor teknologi. Menurutnya, banyak investor yang mengeluhkan proses investasi yang rumit, sehingga memilih negara lain seperti Malaysia untuk berkembang.
"Pemerintah perlu merevisi regulasi yang menghambat investasi dan menciptakan sistem yang lebih bersahabat bagi investor," ujarnya.
Meningkatkan Daya Saing Produk Lokal
Wartawan senior, Saur Hutabarat, menyatakan bahwa dalam rangka menjamin pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pemerintah harus bisa meningkatkan investasi langsung ke dalam negeri. Saur menggarisbawahi bahwa diskriminasi tarif untuk wisatawan asing dan domestik mencerminkan perlakuan yang tidak adil bagi investor. "Modal tidak mengenal kewarganegaraan, sehingga perlu perhatian khusus terhadap kebutuhan investor," ujarnya.
Dengan berbagai tantangan dan strategi yang harus dihadapi, optimisme digandengkan dengan kewaspadaan menjadi kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.