Deflasi Beruntun: Indonesia Hadapi Tantangan Ekonomi
Jakarta - Indonesia saat ini tengah mengalami deflasi berturut-turut selama lima bulan, dengan pencatatan deflasi sebesar 0,12% pada bulan September 2024. Hal ini diungkapkan oleh Kementerian Perdagangan yang menyoroti pengaruh signifikan dari daya beli masyarakat terhadap fenomena ini. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa penurunan besar acara dan event berpengaruh pada daya beli.
"Terkait dengan daya beli, maksudnya pengaruh ke deflasi ya karena banyak event besar sekarang yang menurun," ujar Moga saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada Senin, 7 Oktober 2024. Penjelasan tersebut menyoroti bagaimana fluktuasi dalam kegiatan ekonomi lokal dapat berdampak langsung pada daya beli konsumen.
Penyebab Daya Beli Menurun
Moga juga menambahkan bahwa pengaruh eksternal dari pasar global yang masih terjebak dalam konflik turut turut memengaruhi daya beli masyarakat. Penurunan permintaan untuk ekspor pada beberapa produk selama periode ini berkontribusi terhadap fenomena tersebut. Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa banyak industri kini mengalami kesulitan, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penurunan produksi.
Situasi ini menggambarkan konsekuensi yang kompleks dari dinamika pasar. "Dengan demikian, industri ini agak berkurang produksinya. Dampaknya ada beberapa terjadi PHK atau pengurangan jam kerja sehingga berdampak ke daya beli masyarakat," tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa aspek-aspek ketenagakerjaan dan produktivitas industri mempunyai korelasi yang signifikan terhadap daya beli konsumen.
Harapan Kebangkitan Daya Beli
Moga Simatupang berharap bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan periode Natal serta Tahun Baru (Nataru) dapat menjadi pendorong bagi kebangkitan daya beli masyarakat. Adaptasi terhadap situasi yang menantang ini menjadi kesempatan untuk melihat upaya-upaya yang diperlukan agar perekonomian dapat kembali bergairah.
"Kita berharap momen Pilkada dan juga Nataru akan normal kembali," ujarnya. Ini menunjukkan optimisme terhadap potensi perbaikan dalam konsumsi dan daya beli masyarakat dalam waktu dekat.
Apindo Peringatkan Soal Daya Beli
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkap kekhawatiran mengenai penurunan daya beli masyarakat yang menjadi latar belakang deflasi ini. Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa meski deflasi dapat dimaklumi dari sisi penurunan harga pangan yang menstabilkan inflasi, tetapi daya beli masyarakat tetap menjadi faktor krusial dalam pertumbuhan ekonomi.
"Deflasi memang menjadi tanda baik dari penurunan harga pangan. Namun, kontribusi daya beli masyarakat juga menjadi kunci utama dari pertumbuhan perekonomian Indonesia," ungkapnya saat berbicara di Menara Kadin Indonesia, Jakarta Selatan, pada 2 Oktober 2024. Hal ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara inflasi dan daya beli dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Data Terbaru dari BPS
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pencatatan inflasi pada September 2024 tercatat 1,84% secara year on year, sedangkan inflasi nasional secara year to date mencatat 0,74%. Penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 pada September juga menjadi indikator penting atas kondisi ekonomi saat ini.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengemukakan bahwa salah satu faktor penyumbang deflasi adalah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, yang terjadi setelah lonjakan harga pada bulan sebelumnya. "Penurunan harga BBM di September 2024 menjadi salah satu penyebab utama," ujar Amalia saat konferensi pers di kantor BPS Pusat, Jakarta.
Kesimpulan: Tantangan dan Peluang
Di tengah situasi deflasi yang berkepanjangan, tantangan bagi pemerintah adalah merestrukturisasi kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat. Diperlukan langkah-langkah strategis untuk mendongkrak pelaksanaan ekonomi domestik. Penurunan daya beli dan dampaknya terhadap konsumsi menjadi alarm bagi para pemangku kebijakan untuk segera mengambil tindakan.
Sumber daya yang ada perlu dimaksimalkan untuk menciptakan peluang ekonomi baru, sekaligus memperkuat sektor industri yang dapat berdampak positif terhadap lapangan pekerjaan. Semua mata kini tertuju pada momentum Pilkada dan perayaan akhir tahun yang diharapkan dapat menjadi titik balik bagi kebangkitan perekonomian Indonesia.
Dengan penuh harapan, masyarakat, pengusaha, dan pemerintah dapat bersatu untuk menghadapi tantangan ini dan menyusun rencana yang cerdas untuk memulihkan daya beli serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.