Pergerakan mata uang Asia pada bulan ini menunjukkan kondisi yang cukup menarik untuk dianalisis. Berbagai faktor, terutama data ekonomi dari Amerika Serikat (AS), berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap arah pergerakan mata uang di kawasan ini. Seperti yang disampaikan oleh Alwi Assegaf dari Research & Development Trijaya Pratama Futures, pergerakan mata uang Asia masih cenderung tertekan dalam sebulan terakhir. Ini dipengaruhi oleh sikap Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga secara agresif.
Data Inflasi dan Klaim Pengangguran AS
Salah satu indikator penting yang menjadi sorotan adalah data inflasi AS. Saat ini, inflasi telah menunjukkan perlambatan menjadi 2,4%, angka terendah sejak Februari 2021, meskipun sedikit melebihi ekspektasi yang diperkirakan akan mencapai 2,3%. Penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan dalam stabilisasi ekonomi, yang berpotensi mempengaruhi keputusan mengenai suku bunga ke depannya.
Di sisi lain, klaim pengangguran awal di AS juga mengalami peningkatan. Dalam pekan yang berakhir pada 4 Oktober, klaim mencapai 258.000, lebih tinggi dari minggu sebelumnya yang sebanyak 225.000 dan juga melampaui ekspektasi yang diproyeksikan sebesar 230.000. Melihat data ini, Alwi memperkirakan perubahan dalam ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga The Fed, apakah akan dilaksanakan secara bertahap atau lebih agresif.
Perkiraan Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Alwi mencatat bahwa meskipun ada pengaruh dari data ekonomi tersebut, besar kemungkinan pemangkasan suku bunga ke depan akan dilaksanakan secara bertahap. Dia memperkirakan, hingga akhir tahun 2024, suku bunga akan dipangkas sekitar 1%. Meskipun tidak dilakukan secara agresif, kebijakan ini tetap memberikan sentimen positif, mengingat pemangkasan suku bunga masih akan berlanjut hingga 2025.
Dengan penurunan suku bunga yang diharapkan, Alwi menegaskan bahwa nilai dolar AS akan melemah, seiring dengan turunnya imbal hasil obligasi. Ini menjadi momen di mana investor akan lebih tertarik untuk alokasikan dananya pada aset yang menawarkan imbal hasil yang tertinggi, termasuk pasar Asia.
Stimulus Ekonomi China dan Dampaknya
Alwi juga menjelaskan, potensi peningkatan arus dana ke Asia sangat mungkin terjadi, terutama setelah China meluncurkan stimulus besar-besaran untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Selain itu, ada usulan RUU dari pemerintah China yang digodok untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi yang terus melambat.
Ruang lingkup pergerakan mata uang Asia pun menjadi semakin menarik. Di antara berbagai mata uang yang ada, Chinese Yuan (CNY) bisa menjadi perhatian utama para investor. Dalam perkiraan Alwi, nilai CNY pada akhir tahun akan berada di kisaran 6,8200 sampai dengan 6,9700. Pertumbuhan yang positif ini juga diakui oleh banyak pengamat ekonomi.
Peluang bagi Yen Jepang
Tidak hanya CNY, Alwi juga menyoroti prospek Yen Jepang (JPY) yang menjadi salah satu mata uang yang dinilai prospektif. Setelah Bank of Japan (BoJ) menunjukkan tanda-tanda normalisasi kebijakan, langkah-langkah peningkatan suku bunga menjadi hal yang sangat mungkin dilakukan jika ekonomi Jepang bergerak sesuai yang diharapkan.
Deputy Governor BoJ, Ryozo Himino, baru-baru ini mengungkapkan dukungannya terhadap kenaikan suku bunga jika ada potensi perbaikan ekonomi. Lukman Leong, pengamat komoditas dan mata uang, menambahkan bahwa jika pemangkasan suku bunga dilaksanakan, secara umum mata uang Asia, termasuk JPY, berpotensi mengalami kenaikan yang signifikan.
Saat mempertimbangkan pergerakan Yen, Lukman berpendapat bahwa Yen bisa kembali ke level 140 apabila BoJ menaikkan suku bunga setidaknya sekali dalam dua pertemuan berikutnya. Keputusan ini berpotensi mengubah peta pergerakan mata uang di Asia secara keseluruhan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, pergerakan mata uang Asia ke depan akan sangat dipengaruhi oleh keputusan suku bunga The Fed serta data ekonomi yang datang dari AS. Dengan pemangkasan suku bunga yang akan terjadi secara bertahap, banyak pihak memprediksi arus dana akan beralih ke Asia dengan lebih banyak investor mencari imbal hasil yang lebih menarik. Aspek-aspek ini menjadi poin penting bagi para pelaku pasar untuk memantau pergerakan mata uang Asia, terutama CNY dan JPY, di tengah perubahan kebijakan moneter yang sedang berlangsung.