Seiring dengan berlanjutnya dinamika ekonomi global, mata uang rupiah Indonesia diperkirakan akan mengalami penguatan di pekan depan. Proyeksi ini dipicu oleh sentimen positif yang muncul dari stimulus ekonomi yang diumumkan oleh pemerintah China pada hari Sabtu (12/10). Pada akhir perdagangan Jumat (11/10), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat nilai rupiah di angka Rp 15.609 per dolar AS, mengalami penguatan sebesar 0,31% dibandingkan hari sebelumnya.
Di pasar spot, rupiah menutup sesi perdagangan di level Rp 15.578 per dolar AS, dengan kenaikan mencapai 0,64% dibandingkan sehari sebelumnya. Kebangkitan ini mendapat sorotan positif dari beberapa analis, termasuk Lukman Leong, seorang analis komoditas dan mata uang, yang menyatakan bahwa stimulus dari China diyakini memiliki potensi untuk mendongkrak nilai rupiah.
Sentimen Risiko dan Stabilitas Ekonomi
Lukman menyatakan, “Efek stimulus China lebih ke sentimen risk-on. Stimulus ini akan mendukung penguatan ekonomi China yang tentunya akan meningkatkan permintaan ekspor Indonesia seperti komoditas.” Pernyataan ini menunjukkan adanya harapan bahwa penguatan ekonomi China dapat berdampak positif bagi Indonesia, terutama dalam sektor ekspor yang menjadi andalan.
Lebih lanjut, Lukman menambahkan bahwa stimulus dari China tidak akan mempengaruhi secara langsung distribusi investasi atau keluar masuknya capital atau “hot money” dari Indonesia. Meskipun dalam periode terakhir, dolar AS menunjukkan ketahanan yang kuat, ada harapan bahwa dalam jangka panjang, mata uang berisiko, termasuk rupiah, akan berpeluang untuk menguat kembali terhadap dolar AS.
Optimisme dari Pengamat Ekonomi
Direktur dari PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, juga menyampaikan bahwa proyeksi penguatan rupiah di hari Senin (14/10) sangat mungkin terjadi. Ibrahim mengamati bahwa data ekonomi dari AS yang menunjukkan stabilitas, bersamaan dengan indeks harga produsen yang tidak mengalami perubahan di bulan September, mengindikasikan bahwa kemungkinan besar The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
“Data ekonomi AS yang stabil, ditambah dengan indeks harga produsen yang tidak berubah pada bulan September, mengindikasikan kemungkinan The Fed untuk memangkas suku bunga,” ungkap Ibrahim. Ini menciptakan keyakinan bahwa suku bunga yang lebih rendah di AS bisa memberikan ruang bagi mata uang lain, termasuk rupiah, untuk mengalami penguatan.
Dari Sisi Lokal
Selain faktor eksternal, kondisi domestik pun memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah. Ibrahim memberikan pandangannya tentang prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan oleh Bank Dunia dan IMF, yang menyebutkan akan berada di atas 5% untuk tahun 2024-2025. Optimisme ini diharapkan dapat menarik minat investor untuk kembali berinvestasi di pasar Indonesia, yang pada gilirannya akan memperkuat nilai tukar mata uang garuda.
“Kondisi ini akan menarik investor untuk kembali masuk ke pasar dalam negeri, yang pada akhirnya memperkuat mata uang garuda,” lanjut Ibrahim menekankan pentingnya minat investasi sebagai pendorong utama penguatan rupiah ke depannya.
Proyeksi Nilai Tukar di Pekan Mendatang
Mempertimbangkan seluruh faktor yang ada, Lukman memproyeksikan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah untuk hari Senin akan berada di kisaran Rp 15.475 hingga Rp 15.600 per dolar AS. Di sisi lain, Ibrahim memprediksikan nilai rupiah berpotensi menguat hingga mencapai Rp 15.500 per dolar AS. Ini menunjukkan harapan yang lebih optimis terhadap stabilitas dan penguatan nilai mata uang rupiah di pasar.
Dengan demikian, para investor dan pelaku pasar disarankan untuk memantau perkembangan ekonomi global dan lokal, serta bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam memengaruhi nilai tukar. Sebagai langkah antisipatif, pengambilan keputusan investasi yang bijak perlu menjadi pertimbangan utama bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam menghadapi situasi ini, tetap penting bagi setiap pelaku pasar untuk menggali informasi lebih lanjut dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di pasar.