Rupiah dibuka melemah pada awal perdagangan hari ini, Senin (2/12/2024), dengan posisi terkini di Rp15.904 per dolar Amerika Serikat (AS). Penurunan ini tercatat sebesar 0,36% atau 56,5 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Mengacu pada data dari Bloomberg, pada saat bersamaan indeks dolar AS terpantau menguat 0,45% ke posisi 106,310.
Pergerakan Mata Uang Kawasan Asia
Tak hanya rupiah, sejumlah mata uang negara-negara di kawasan Asia juga mengalami pelemahan. Contohnya, yen Jepang merosot 0,59%, yuan China terdepresiasi 0,20%, dan ringgit Malaysia melemah sebesar 0,36%. Berikut adalah ringkasan pergerakan beberapa mata uang di Asia:
Mata Uang | Perubahan |
---|---|
Yen Jepang | -0,59% |
Yuan China | -0,20% |
Ringgit Malaysia | -0,36% |
Peso Filipina | -0,29% |
Rupee India | 0,00% |
Prediksi Pergerakan Rupiah
Dari keterangan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, diprediksi bahwa pada hari ini, mata uang rupiah akan mengalami fluktuasi namun berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp15.750 sampai Rp15.850 per dolar AS. Pada perdagangan akhir pekan lalu, rupiah ditutup menguat 24 poin di Rp15.847,5.
Menurut Ibrahim, prediksi ini didasarkan atas pergerakan pasar di mana taruhan atas pemangkasan suku bunga Desember berlanjut, meskipun data inflasi AS menunjukkan ketahanan. Dia menjelaskan, pejabat Fed mendukung pelonggaran suku bunga secara bertahap, namun prospek jangka panjang belum pasti akibat tingginya inflasi yang masih di atas target The Fed sebesar 2%.
Dampak Ketegangan Global
Ketegangan global juga turut memberikan pengaruh pada pasar mata uang. Rusia kembali meluncurkan serangan besar terhadap infrastruktur energi Ukraina pada pekan lalu. Presiden Vladimir Putin mengancam menggunakan rudal balistik untuk menyerang pusat-pusat keputusan Kyiv, yang bisa mempengaruhi stabilitas ekonomi global.
Di sisi lain, pasar China memperoleh sedikit kelegaan setelah laporan yang menyebutkan bahwa AS mungkin tidak akan menerapkan sanksi berat terhadap industri semikonduktor China, seiring dengan langkah stimulus yang dikeluarkan oleh Beijing dalam beberapa bulan terakhir.
Pajak dan Stimulus dalam Negeri
Kembali ke dalam negeri, terdapat wacana tentang kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa kemungkinan besar rencana kenaikan PPN tersebut akan ditunda. Penundaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk menyediakan stimulus dalam bentuk subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Subsidi tersebut direncanakan akan diberikan sebagai bantuan sosial, khususnya subsidi listrik, dengan tujuan untuk menghindari risiko penyalahgunaan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meskipun baru dalam tahap usulan, anggaran pemerintah diyakini cukup untuk mendukung program stimulus ini, berkat penerimaan pajak nasional yang terbilang baik.
Penutup
Secara keseluruhan, dinamika mata uang dan kebijakan perpajakan dalam negeri menjadi perhatian penting bagi para pelaku pasar dan masyarakat umum. Dengan kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah strategis dalam mengatur kebijakan fiskal dan moneter demi meningkatkan daya beli masyarakat dan stabilitas perekonomian.