JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup menguat ke posisi Rp15.510 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu, 16 Oktober 2024. Penguatan ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 0,5% atau 78,5 poin dari sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS juga terpantau naik 0,1% menjadi 103,35.
Pergerakan Mata Uang Asia
Sama seperti rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga menunjukkan penguatan, di antaranya:
Mata Uang | Penguatan (%) |
---|---|
Dolar Taiwan | 0,01% |
Won Korea Selatan | 0,24% |
Peso Filipina | 0,11% |
Yuan China | 0,02% |
Di sisi lain, beberapa mata uang Asia mengalami pelemahan, seperti yen Jepang yang melemah 0,19%, dolar Hong Kong melemah 0,03%, dan rupee India melemah 0,02%.
Keputusan Suku Bunga BI
Penguatan rupiah yang terjadi seiring dengan keputusan BI mempertahankan suku bunga acuannya tetap di level 6% menunjukkan konsistensi kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pengumuman suku bunga BI tersebut, bank sentral juga menetapkan suku bunga Deposit Facility tetap di 5,25% dan suku bunga Lending Facility di 6,75%.
Pergerakan Ekonomi Global
Pada tingkat internasional, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh data ekonomi AS yang menunjukkan kekuatan tangguh. Meskipun inflasi AS pada September 2024 mengalami kenaikan yang sedikit lebih tinggi dari ekspektasi, para pedagang mulai memangkas taruhan mereka terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga besar lebih lanjut dari Federal Reserve (The Fed).
Saat ini, para pedagang telah hampir 100% yakin akan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan November 2024. Hal ini merupakan reaksi terhadap data inflasi yang menunjukkan bahwa Bank Sentral AS mungkin berada dalam posisi untuk melanjutkan kebijakan moneter yang lebih ketat.
Di sisi lain, China berencana untuk mengumpulkan tambahan 6 triliun yuan (sekitar US$850 miliar) dari obligasi khusus dalam upaya merangsang ekonomi yang sedang lesu. Laporan-laporan mencatat bahwa pertumbuhan ekspor utama China tumbuh sangat lemah, dan disinflasi berlanjut pada bulan September 2024.
Proyeksi Pergerakan Rupiah ke Depan
Menatap perdagangan esok hari, Kamis 17 Oktober 2024, Ibrahim memproyeksikan bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun tetap berpotensi ditutup menguat, dengan rentang yang diperkirakan berada di kisaran Rp15.410 hingga Rp15.530 per dolar AS.
Dengan mempertimbangkan kondisi global yang tak menentu dan kebijakan moneter yang tegas, pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap pergerakan mata uang dan respon pasar terhadap kebijakan yang akan datang dari bank sentral.