Kabar terbaru mengenai langkah stimulus ekonomi dari China menjadi perhatian banyak kalangan di dunia bisnis dan investasi. Langkah ini diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi pemulihan perekonomian negeri tirai bambu serta berdampak pada perekonomian negara-negara di sekitarnya, termasuk Indonesia.
Pentingnya Stimulus Ekonomi di China
China, yang telah lama menjadi motor penggerak ekonomi global, saat ini tengah berupaya mengatasi pertumbuhan ekonomik yang lesu. Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah China mengumumkan berbagai langkah stimulus, termasuk penurunan suku bunga dan peningkatan likuiditas untuk mendukung sektor properti. Selain itu, mereka juga mendorong ekspansi kebijakan kredit dengan memberikan kemudahan pembelian rumah yang lebih relaks.
Penurunan Suku Bunga dan Likuiditas Pasar
Salah satu langkah signifikan adalah penurunan suku bunga acuan menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,7%, serta penurunan giro wajib minimum sebesar 50 basis poin. Selain itu, ada penambahan likuiditas sebesar US$114 miliar untuk pasar saham dan relaksasi KPR senilai total US$5,2 triliun. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pembiayaan properti dan mendongkrak investasi di sektor real estate yang tengah tertekan.
Dampak Terhadap Ekonomi dan Investasi Asing
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, menyatakan bahwa stimulus ini memiliki potensi untuk memberikan efek positif bagi pasar keuangan regional. Menurutnya, Indonesia, yang hampir sepertiga ekspornya mengarah ke China, akan merasakan dampak positif dari pemulihan ekonomi di sana. Namun, dia juga mengingatkan bahwa upaya pemulihan ini tidak akan instan dan membutuhkan waktu untuk menarik kembali minat investasi asing.
Permasalahan Sektor Properti dan Shadow Banking
Meskipun stimulus telah diperkenalkan, masalah sektor properti di China masih harus dihadapi. Fikri menekankan bahwa pemulihan tidak akan cepat, terutama mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini berada di bawah rata-rata 20 tahun terakhir, berkisar antara 7% hingga 8%. China juga harus menyelesaikan masalah yang terkait dengan sistem perbankan bayangan atau shadow banking yang telah mempengaruhi aliran pembiayaan.
Potensi Revisi Anggaran dan Penerbitan Obligasi
Pemerintah China juga telah memberikan sinyal bahwa mereka akan menerbitkan berbagai obligasi untuk memperkuat modal bank-bank negara. Menteri Keuangan China, Lan Fo'an, mengungkapkan bahwa penerbitan obligasi ini bertujuan untuk membantu pembelian rumah yang tidak terjual, meskipun alokasi dana tepatnya masih belum diumumkan.
Sentimen Investasi Global dan Arus Modal
Di luar stimulus China, ketidakpastian global seperti perang di Timur Tengah juga mempengaruhi sentimen pasar investasi. Hal ini terlihat dari adanya arus keluar (outflow) investasi dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam periode 7 hingga 10 Oktober 2024, nonresiden tercatat melakukan jual neto di pasar saham senilai Rp4,47 triliun.
Pandangan Pasar Terhadap Aset Obligasi
Menurut pengamat, meskipun banyak investor mengurangi kepemilikan saham, pasar obligasi Indonesia tetap menarik berkat imbal hasil yang tinggi. Sebagai contoh, banyak pelaku pasar yang masih memilih bertahan di obligasi Indonesia meskipun adanya kemungkinan peralihan investasi menuju pasar China.
Pengaruh Stimulus Terhadap Valuasi Rupiah
Dari sudut pandang nilai tukar, stimulus yang direncanakan dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas Indonesia seperti baja dan batubara. Hal ini berpotensi memberikan dampak positif pada nilai rupiah terhadap dolar AS. Lukman Leong, seorang pengamat mata uang dan komoditas, memperkirakan untuk akhir tahun ini, nilai tukar rupiah bisa mencapai Rp 14.700 per dolar AS.
Kesimpulan: Menunggu Dampak Jangka Panjang
Secara keseluruhan, meskipun langkah-langkah stimulus dari China menunjukkan niatan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, efek nyata terhadap investasi dan perekonomian secara keseluruhan akan membutuhkan waktu dan perlu dipantau dengan cermat. Banyak investor masih menerapkan strategi wait and see sebelum melakukan pergeseran investasi yang lebih besar.
Dalam konteks regional, Indonesia perlu memantau bagaimana kebijakan dan langkah stimulus yang diambil oleh China dapat berpengaruh terhadap perekonomian kita. Mengingat betapa signifikannya hubungan ekonomi Indonesia dan China, setiap langkah yang diambil oleh pemerintah China akan terus menjadi sorotan dunia investasi.