Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan integritas penegak hukum menjadi salah satu isu utama di Indonesia, terutama dalam ranah peradilan. Angka penangkapan hakim dan pejabat hukum lainnya oleh aparat penegak hukum mencerminkan persoalan serius yang harus segera diatasi.
Statistik Penangkapan Hakim dalam 12 Tahun Terakhir
Komisioner Komisi Yudisial (KY), Sukma Violetta mengungkapkan bahwa selama kurun waktu 12 tahun terakhir, terdapat sebanyak 29 hakim yang ditangkap oleh aparat hukum, termasuk dua di antaranya adalah hakim agung. Hal ini menunjukkan krisis kepercayaan pada institusi peradilan.
Tahun | Jumlah Hakim Ditangkap |
---|---|
2012-2024 | 29 |
“Kalau soal problem aparat penegak hukum, kita sudah tahu ya. Ya problemnya di integritas. Dari tahun 2012 sampai 2024 hakim yang ditangkap oleh penegak hukum ada 29. Dua di antaranya Hakim Agung,” jelas Sukma dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Jakarta.
Panggilan untuk Memperbaiki Rekrutmen Hakim
Dalam penjelasannya, Sukma menyoroti pentingnya reformasi dalam proses rekrutmen hakim. Saat ini, Komisi Yudisial hanya terlibat dalam proses seleksi calon Hakim Agung, sedangkan untuk hakim lainnya, prosesnya melibatkan DPR.
“Kami berharap KY dilibatkan dalam rekrutmen semua hakim, bukan hanya hakim agung. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan kualitas hakim yang dihasilkan,” tambahnya.
Kasus Zarof Ricar dan Dampaknya pada Kepercayaan Publik
Di tengah sorotan tersebut, kasus terbaru yang melibatkan eks pejabat tinggi Mahkamah Agung, Zarof Ricar, sebagai tersangka pemufakatan jahat terkait suap perkara semakin memperburuk citra institusi peradilan. Dalam kasus ini, Zarof diduga terlibat dalam upaya suap untuk memuluskan pengajuan kasasi kliennya, Ronald Tannur, yang terlibat dalam kasus penganiayaan.
Kejaksaan Agung RI sebelumnya juga telah menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Hal ini menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang melibatkan para penegak hukum.
Harapan untuk Merit System dalam Pemilihan Hakim
Sukma juga mengungkapkan harapannya bahwa DPR dapat menerapkan sistem merit dalam pemilihan aparat penegak keadilan. “Kita ke depan mengharapkan DPR menerapkan merit sistem. Kita mengharapkan DPR apolitis karena ini adalah memilih aparat penegak keadilan,” ujarnya. Dengan demikian, diharapkan akan ada transparansi dan kepercayaan publik yang lebih baik terhadap proses peradilan di Indonesia.
Kesimpulan
Dengan banyaknya kasus yang melibatkan penegak hukum, masyarakat berhak merasa khawatir atas integritas dan keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sistem peradilan. Tekad untuk memperbaiki proses seleksi hakim dan penerapan sistem merit diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa keadilan bisa ditegakkan tanpa intervensi atau praktik korupsi.
Dalam menghadapi tantangan ini, semua pihak, termasuk pemerintah, DPR, dan masyarakat, harus bersama-sama menjaga dan memperkuat integritas dalam dunia peradilan agar keadilan bisa benar-benar terwujud.