Isu mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia kembali menghangat setelah pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Dalam pernyataannya, Presiden mengisyaratkan adanya peluang bagi koruptor untuk bertobat dengan cara mengembalikan uang hasil korupsi. Hal ini memicu reaksi dari berbagai pakar hukum, salah satunya Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Jember, Prof. Arief Amrullah.
Pentingnya Pemberantasan Korupsi
Prof. Arief menjelaskan bahwa pengembalian uang yang didapat dari tindak pidana korupsi tidak seharusnya menghapuskan tuntutan pidana terhadap pelaku korupsi. Dalam keterangannya, ia merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana pelaku kejahatan tersebut.
Kritik terhadap Usulan Pengampunan
Prof. Arief menegaskan bahwa jika pengampunan diberikan dan tuntutan pidana dihapuskan hanya karena terjadinya pengembalian uang, hal tersebut akan menciptakan celah bagi para pelaku korupsi. "Harusnya itu crime doesn't pay (berbuat kriminal lebih merugikan). Jangan sampai mereka merasa untung dari kejahatan yang dilakukan," ujarnya.
Dalam pandangannya, memberikan pengampunan dengan penghapusan tuntutan pidana dapat melemahkan upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di masa depan. Hal ini berpotensi menghadirkan pandangan negatif terhadap sikap pemerintah, sehingga masyarakat akan kehilangan kepercayaan untuk melaporkan tindak pidana korupsi.
Respon Pemerintah Terkait Pernyataan Koruptor
Pernyataan Presiden Prabowo di Kairo, Mesir, mengenai amnesti bagi koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi, ternyata bukan sekadar pernyataan pribadi. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengkonfirmasi bahwa ini bagian dari rencana amnesti dan abolisi untuk pelaku tindak pidana.
Penegasan di Acara Puncak Perayaan Natal
Namun, penegasan lebih lanjut disampaikan oleh Presiden saat acara Puncak Perayaan Natal Nasional 2024. Dalam kesempatan tersebut, beliau menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi koruptor untuk mendapatkan pengampunan tanpa konsekuensi. Koruptor harus mengembalikan hasil korupsi dan tidak akan dibiarkan begitu saja.
Keamanan Hukum dan Konsistensi Pemerintah
Apa yang dinyatakan oleh Prof. Arief bisa dilihat sebagai upaya untuk memastikan konsistensi pemerintah dalam menegakkan hukum. Program pengampunan atau amnesti bagi koruptor perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan kesan bahwa kejahatan dapat dilakukan tanpa konsekuensi. Ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi penegak hukum.
Pentingnya Birokrasi yang Kuat
Sunshine fatigue atau kelelahan masyarakat terhadap korupsi sering terjadi ketika tindakan tegas tidak konsisten. Ketidakpastian hukum inilah yang perlu dihindari dengan membangun birokrasi yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, masyarakat perlu melihat bahwa niat baik pemerintah dalam memberantas korupsi harus disertai dengan tindakan nyata.
Kesimpulan
Dari pernyataan dan pandangan yang diungkapkan, jelas terlihat bahwa ada kebingungan di kalangan masyarakat tentang applikasi hukum berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Pemerintah dan para petinggi negar harus berhati-hati dalam merumuskan kebijakan di bidang ini agar tidak menciptakan kesalahpahaman yang lebih besar. Seperti yang ditegaskan oleh Prof. Arief, pengembalian uang bukan alasan untuk mengapuskan tuntutan pidana. Hal ini menjadi langkah penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan keadilan ditegakkan.