Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami penurunan dalam lima hari perdagangan berturut-turut, mencatatkan penurunan total 2,34% dalam sepekan hingga penutupan pada 29 Oktober. IHSG melemah 0,37% menjadi 7.606,60, terpengaruh oleh performa saham-saham berkapitalisasi pasar besar (big cap) yang merosot cukup signifikan.
Situasi Pasar Saham di BEI
Dari sepuluh saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), lima di antaranya mengalami penurunan harga, sehingga berdampak negatif pada indeks. Keterpurukan ini memicu berbagai analis untuk memprediksi pergerakan IHSG ke depannya. Saat ini, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih kokoh di puncak dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 1.281 triliun, jauh di atas emiten lainnya di bawah Rp 1.000 triliun.
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), yang berada di posisi kedua, mengalami penurunan pasca merosotnya harga sahamnya yang sudah dimulai sejak bulan lalu. Di samping itu, saham-saham lain yang masih berada di jajaran top 10 adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), dan PT Telkom Indonesia (TLKM).
Dinamisasi di Top Market Cap
Pergantian posisi di jajaran top 10 market cap pun berlangsung sengit. Salah satu pemain baru yang memasuki jajaran ini adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) dengan kapitalisasi pasar Rp 253 triliun, menggusur PT Astra Internasional Tbk (ASII).
Agung Ramadoni, Head of Equities Investment di Berdikari Manajemen Investasi, menegaskan bahwa rotasi di market cap tidak selalu mencerminkan performa fundamental perusahaan. Ia menjelaskan bahwa pergerakan besar indeks sangat terkait dengan keadaan pasar saham secara keseluruhan, khususnya pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar yang mengalami konsolidasi.
Sentimen Pasar dan Faktor Eksternal
Dimas Krisna Ramadhani, Equity Analyst di Indo Premier Sekuritas, menekankan bahwa rotasi di barisan top 10 lebih disebabkan oleh aksi korporasi dan sentimen yang mengiringi masing-masing saham. Misalnya, harga saham BREN yang tertekan setelah dicoret dari indeks FTSE, sedangkan DSSA yang dapat bertahan di jajaran ini berkat lonjakan harga pascatindakan stock split.
Di sisi lain, saham PANI berhasil masuk ke jajaran top 10 berkat sejumlah sentimen positif termasuk aksi private placement. Ketika saham-saham besar lainnya menguat, maka IHSG pun berpotensi mengalami penguatan meskipun ada saham bank besar yang melemah.
Pandangan Para Analis
Menurut Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas, pergerakan di saham big cap mencerminkan sensitivitas terhadap aliran dana dari investor asing. Saat ini, investor tampaknya cenderung wait and see, menerima berbagai faktor, mulai dari respons terhadap laporan kinerja kuartal III hingga tensi geo-politik serta kebijakan moneter The Fed.
Strategi Investasi di Tengah Penurunan IHSG
Di tengah situasi penting ini, strategi investasi yang disarankan oleh para analis adalah melakukan pembelian secara selektif (buy on weakness) pada saham big cap ketika IHSG mendekati level support yang kuat di antara 7.450 hingga 7.500. Beberapa saham yang direkomendasikan termasuk BBCA, TLKM, ASII, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Oleh karena itu, dengan pandangan William Hartanto, disarankan untuk memantau pasar. Namun, jika kondisi saat ini tidak berubah, maka penyesuaian strategi investasi terhadap saham big cap harus dilakukan, terutama pada bulan-bulan menuju akhir tahun.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, investor harus tetap waspada terhadap fluktuasi yang terjadi di pasar saham. Bagaimanapun juga, IHSG dan saham-saham big cap memiliki prospek yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam negeri maupun eksternal. Alternatifnya, banyak analis melihat bahwa peluang untuk capital inflow dapat terjadi menjelang window dressing pada akhir tahun, sehingga pasar berpotensi membaik.