Haiti saat ini tengah terperangkap dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat meningkatnya kekerasan yang dipicu oleh geng-geng bersenjata. Para pejabat PBB menyebutkan bahwa situasi ini menjadi ancaman serius bagi rakyat Haiti, serta stabilitas perdamaian dan keamanan internasional di kawasan tersebut.
Kekerasan yang Meningkat
Miroslav Jenca, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Eropa, Asia Tengah, dan Amerika, menyatakan bahwa Haiti kini berada di “persimpangan yang mengkhawatirkan”. Dalam sebuah pertemuan di Dewan Keamanan PBB, Jenca mengungkapkan bahwa kekerasan yang ekstrem oleh geng-geng bersenjata telah melemahkan otoritas negara, serta menciptakan ketidakstabilan yang luar biasa.
“Ini bukan sekedar gelombang ketidakamanan biasa, tetapi ada eskalasi dramatis yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda,” ungkap Jenca. Ia juga mencatat bahwa sekitar 85 persen dari wilayah ibu kota, Port-au-Prince, kini berada di bawah kendali geng-geng bersenjata.
Dampak Geng terhadap Masyarakat
Kelompok-kelompok bersenjata ini, menurut Jenca, tidak hanya mengepung kota, tetapi juga menyerang gedung-gedung pemerintahan dan infrastruktur vital. Mereka menggunakan kekerasan ekstrem, termasuk tindakan kekerasan seksual, untuk menundukkan masyarakat. Akibat dari kekacauan ini, lebih dari 20.000 orang dilaporkan mengungsi dalam empat hari di bulan ini, menambah total hampir 700.000 orang yang kehilangan tempat tinggal di akibat kekerasan sepanjang tahun 2024.
Kekurangan Pendanaan Kemanusiaan
Jenca juga mengkritik kurangnya pendanaan untuk Rencana Tanggap Kemanusiaan PBB yang berkisar mencapai 674 juta dolar AS (sekitar Rp10,7 triliun). Ia menyatakan, saat ini dana yang teralisasi hanyalah 43 persen dari target tersebut.
Keberadaan Misi Keamanan Multinasional
Dalam konteks keamanan, Jenca menyentuh misi Multinational Security Support (MSS) yang dipimpin Kenya. Dari rencana pengerahan sebesar 2.500 personel keamanan, hanya 400 yang telah dikerahkan sejauh ini. Jenca mengingatkan bahwa tanpa bantuan internasional yang lebih banyak, Haiti berisiko mengalami “kehancuran total otoritas negara.”
Tantangan yang Dihadapi Haiti
Situasi di Haiti semakin rumit dengan populasi lebih dari 11 juta jiwa yang menghadapi tantangan berat, mulai dari ketidakstabilan politik, kekacauan ekonomi, hingga kekerasan yang terus berkembang. Menurut kantor terpadu PBB untuk Haiti, kekerasan yang dilakukan oleh geng-geng bersenjata telah merenggut nyawa sekitar 3.900 orang sejak awal tahun ini.
Ketidakpastian politik semakin meningkat setelah pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry pada bulan April. Hal ini berujung pada pembentukan dewan transisi. Garry Conille diangkat sebagai perdana menteri pada 28 Mei lalu, namun digantikan oleh pengusaha Alix Didier Fils-Aimé pada 11 November melalui keputusan dewan transisi yang baru dibentuk tersebut.
Kesimpulan
Situasi di Haiti adalah sebuah krisis kemanusiaan yang mendalam, menuntut perhatian dan tindakan dari komunitas internasional. Tanpa penanganan yang tepat, proyeksi masa depan untuk Haiti tetap suram, dan perlu adanya peningkatan bantuan serta dukungan untuk menanggulangi kekerasan yang mengancam stabilitas regional.