Wawasan Terkini

Dapatkan Wawasan Terkini Setiap Hari

Saham Big Cap Menurun, Apa Itu Pertanda Buruk untuk Investor?

Saham Big Cap Menurun, Apa Itu Pertanda Buruk untuk Investor?

by Citra Maharani at 17 Oct 2024 05:46

Selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Jokowi, pasar saham Indonesia terutama indeks LQ45 menunjukkan tren yang kurang menggembirakan. Berbagai saham big cap, termasuk PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL), mengalami penurunan signifikan. Penurunan ini tidak hanya mengkhawatirkan para investor, tetapi juga menunjukkan tantangan yang dihadapi sektor-sektor terkait dalam konteks kondisi ekonomi yang lebih luas.

Data Penurunan Saham Big Cap

Berdasarkan data Bloomberg yang dirilis pada Rabu (16/10), SMGR mencatatkan return negatif sebesar 65,65% dalam dekade terakhir. Diikuti oleh GGRM yang melemah 62,08%, PGAS dengan penurunan 58,34%, dan EXCL yang mengalami penurunan sebesar 54,59%. Di tengah banyaknya pilihan saham, investasi pada emiten-emiten ini semakin dipertanyakan kelayakannya.

Tantangan yang Dihadapi Emiten

Tantangan yang dihadapi oleh emiten-emiten big cap ini cukup beragam. Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menjelaskan beberapa faktor yang berlipat ganda mempengaruhi kinerja saham ini. SMGR, misalnya, sejak lama telah tertekan oleh over kapasitas di industri semen dan ketatnya persaingan yang menghambat pertumbuhan permintaan.

Kenaikan cukai rokok yang konsisten setiap tahun menjadi beban bagi GGRM, mempengaruhi margin dan daya saing perusahaan. Di lain sisi, PGAS terhalang oleh kebijakan harga gas yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga memotong profit margin perusahaan yang seharusnya dapat berekspansi.

Untuk EXCL, tantangan lebih terletak pada persaingan ketat di industri telekomunikasi. Para pemain dalam sektor ini kini berada dalam perang harga yang tiada henti, mengakibatkan penurunan Average Revenue Per User (ARPU). Kebutuhan investasi infrastruktur yang besar juga menjadi beban yang turut mempertimbangkan kinerja keuangan perusahaan.

Adaptasi dan Inovasi yang Diperlukan

Meskipun penurunan harga saham ini mengindikasikan tantangan yang signifikan bagi para investor, ini bukan berarti perusahaan-perusahaan ini tidak mampu beradaptasi. Hendra menegaskan bahwa banyak dari emiten tersebut telah mengambil langkah-langkah proaktif melalui transformasi digital, ekspansi produk, maupun restrukturisasi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Namun, investor perlu realistis dengan ekspektasi return yang bisa didapatkan. Saham-saham seperti GGRM dinilai sulit untuk memberikan return tinggi dalam jangka panjang akibat adanya regulasi yang sangat ketat.

Prospek Saham Big Cap di Masa Depan

Dalam proyeksi jangka panjang, meskipun tidak semua saham big cap akan mengalami perbaikan kinerja secara langsung, kesempatan untuk pemulihan tetap ada. Sebagai contoh, SMGR dan PGAS bisa mendapatkan kesempatan dari pemulihan sektor infrastruktur atau reformasi dalam kebijakan harga energi. Sementara itu, EXCL mungkin berpeluang membaik seiring dengan pemulihan ekonomi dan meningkatnya permintaan di sektor data yang terus berkembang.

Hendra merekomendasikan beberapa saham untuk dibeli, mencakup SMGR dengan target harga Rp 4.450 per saham, PGAS di angka Rp 1.655, EXCL di Rp 2.650, serta TLKM di Rp 3.190 per saham. Rekomendasi ini didasarkan pada valuasi yang kini sudah lebih rendah dan potensi kenaikan harga saham di masa mendatang, dengan catatan harus melihat stabilitas ekonomi makro dan dukungan dari kebijakan pemerintah.

Pentingnya Pendekatan Jangka Panjang dan Analisis Sektor

Investor perlu mengadopsi pendekatan jangka panjang dan mencermati fundamental perusahaan. Menurut Hendra, setiap sektor juga memiliki tantangan dan peluang yang khusus. Misalnya, sektor energi seperti PGAS sangat dipengaruhi oleh kebijakan harga gas, sedangkan sektor infrastruktur seperti SMGR menghadapi isu-isu over kapasitas yang perlu diatasi sesegera mungkin.

Sektor telekomunikasi yang mencakup TLKM dan EXCL juga tengah menghadapi tantangan berat. Namun, ada potensi pertumbuhan yang signifikan dari layanan digital dan data yang bisa dimanfaatkan.

Dekati Secara Strategis dan Kritis

Direktur PT Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus, mengungkapkan bahwa penurunan saham big cap ini lebih terkait dengan fundamental perusahaan yang cenderung stagnan. Oleh karena itu, para investor perlu menganalisis prospek masing-masing emiten dengan lebih kritis, melihat strategi yang mereka terapkan.

Daniel merekomendasikan untuk mencermati saham ASII dengan target harga Rp 5.500 per saham, TLKM pada harga Rp 3.200, dan UNVR di target harga Rp 2.450 per saham. Investasi yang selektif dan pemahaman komprehensif mengenai tren makroekonomi dapat meminimalkan risiko dan memaksimalkan peluang return di masa depan.

KESIMPULAN

Di tengah penurunan harga saham big cap, tantangan dan peluang terus menghampiri. Bagi investor, analisis yang mendalam terhadap sektor-sektor terkait dan fundamental emiten, serta menerapkan pendekatan jangka panjang berita sangat krusial untuk mempertahankan portofolio yang sehat dan mengoptimalkan keuntungan potensial. Investor merekomendasikan diversifikasi portofolio dan pemahaman mengenai tren makroekonomi untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan potensi return.